Logo Bloomberg Technoz

Pagi ini, indeks dolar AS melemah dan bergerak di kisaran 106,86. Sedangkan yield Treasury, surat utang AS, pagi ini terpantau naik untuk tenor lebih panjang di mana UST-10Y naik ke 4,3%. Sementara tenor 2Y yang sensitif terhadap kebijakan bunga acuan, turun tipis 0,6 bps ke 4,24%.

Di tengah pergerakan pasar yang cenderung terbatas dan masih dibayangi sentimen Trump, pasar Asia terlihat bergerak hati-hati.

Sebagian mata uang masih melemah terhadap dolar AS dalam kisaran terbatas. Yuan offshore turun tipis 0,10%, sedangkan renminbi melemah 0,08%, ringgit 0,02%, baht juga melemah tipis 0,02%, dan won 0,01%, begitu juga dolar Singapura.

Sementara itu, sebagian mata uang Asia lainnya masih perkasa, berbalik mengalahkan dolar AS. Yen naik 0,25%, disusul peso Filipina menguat 0,22%, dolar Taiwan 0,05%, dan dolar Hong Kong 0,02%.

Sedangkan bursa Asia mayoritas bergerak di zona merah. Indeks saham di Jepang, Nikkei maupun Topix sama-sama turun 0,8%. Begitu juga indeks saham di China juga tergerus turun, di mana CSI 300 melemah tipis 0,13%.

Di Korsel, bursa saham juga tertekan, Kospi dan Kosdaq turun 0,13%. Sedangkan bursa saham di negeri jiran seperti Filipina, Singapura, masih melemah ketika indeks FTSE Malaysia naik 0,20%.

Libur bursa hari ini, dengan kata lain, memberikan jeda sejenak bagi tekanan aset-aset di pasar domestik, termasuk di pasar valuta.

Rupiah kemungkinan masih tertekan bila melihat sinyalemen pergerakan di pasar forward. Tadi malam rupiah NDF-1M ditutup lemah tadi malam di Rp15.944/US$. Pagi ini, rupiah NDF bergerak stabil di kisaran Rp15.948/US$.

Level rupiah NDF itu tidak terlalu jauh dengan posisi penutupan rupiah spot kemarin di Rp15.930/US$, mengisyaratkan bila pasar spot domestik buka hari ini kemungkinan gerak rupiah masih akan tertekan akan tetapi masih dalam rentang terbatas.

Sedangkan di pasar surat utang, sinyal dari lelang SUN kemarin sepertinya bisa membebani gerak hari ini. Lelang SUN mencatat penurunan animo investor dengan incoming bids hanya Rp29,1 triliun. Anjlok dari lelang sebelumnya yang membukukan minat hingga 37,4 triliun.

Risalah Rapat The Fed

Tadi malam, The Fed mempublikasikan risalah rapat FOMC yang digelar pada 7 November, dua hari setelah kemenangan Trump mengguncang pasar di seluruh dunia. Dalam pertemuan itu, The Fed memutuskan penurunan bunga acuan sebesar 25 bps sesuai prediksi pasar.

Risalah rapat yang dilansir kemarin memperlihatkan para pejabat The Fed menyepakati pendekatan yang berhati-hati dalam melakukan pelonggaran moneter lebih lanjut ke depan, menyusul perkembangan ekonomi AS yang terlihat masih tangguh dan penurunan inflasi yang bertahap.

"Peserta rapat memperkirakan bahwa jika data ekonomi sesuai ekspektasi, dengan inflasi terus turun secara berkelanjutan menuju 2% dan ekonomi tetap mendekati tingkat lapangan kerja maksimum, kemungkinan akan tepat untuk secara bertahap bergerak menuju kebijakan yang lebih netral dari waktu ke waktu," demikian bunyi risalah rapat Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) yang berakhir pada 7 November.

Data tersebut menguatkan ekspektasi pasar akan potensi penurunan bunga acuan pada Desember sebesar 25 bps. Mengacu CME Fedwatch, probabilitas pemangkasan Fed fund rate jadi 4,5% pada pertemuan Desember naik jadi 64,9%.

Namun, The Fed diprediksi juga akan memperlambat laju pelonggaran tahun depan. FOMC pada Januari diprediksi akan menahan bunga acuan di level 4,5%.

Peluang penurunan baru terbuka pada kuartal II tahun depan dengan prediksi tingkat FFR pada akhir 2025 adalah di 4%.

Laju pelonggaran moneter oleh bank sentral paling berpengaruh di dunia itu, dinilai akan terhadang oleh berbagai rencana kebijakan Trump yang potensial mengungkit lagi inflasi. Hal itu menjadi sentimen buruk bagi pasar emerging karena tingkat bunga global yang masih tinggi akan mengerek imbal hasil AS. 

Pada akhirnya, dana global akan tersedot kembali 'pulang' ke negeri itu, meninggalkan pasar negara berkembang seperti Indonesia dalam situasi 'kekeringan likuiditas' dan kejatuhan nilai tukar.

(rui)

No more pages