“Saya mengharapkan bagi KPU, Bawaslu atau siapapun yang terlibat dalam proses pemilihan gubernur di Jakarta menjaga demokrasi dengan baik. Mudah-mudahan tidak tercederai dan ternodai dalam bentuk apapun karena memilih pemimpin itu memilih figur kalau di awal tidak berlangsung dengan baik tentunya kemudian hari juga kurang baik,” jelas Pramono.
Pramono berharap seluruh warga Jakarta menggunakan hak pilihnya di Pilkada Jakarta. Ia mengimbau agar warga Jakarta memilih pemimpin yang diyakini bisa membangun Jakarta 5 tahun ke depan
Diketahui, Pramono telah menggunakan hak suaranya ditemani istri dan anaknya di TPS 046, Cipete Selatan, Cilandak, Jakarta Selatan.
Selama masa kampanye, Pramono dan pasangannya Rano Karno memang menawarkan kebijakan yang seolah menyatukan semua kerja para gubernur DKI Jakarta sebelumnya.
Hal ini juga yang membuat pasangan ini mendapat dukungan dari Gubernur DKI Jakarta 1997—2007 Sutiyoso; Gubernur DKI Jakarta 2007—2012 Fauzi Bowo atau Foke; Gubernur DKI Jakarta 2014—2017 Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok; dan Gubernur DKI Jakarta 2017—2022 Anies Baswedan.
Pola kampanye ini cukup berhasil karena jumlah dukungan terhadap Pramono-Rano terus meningkat. Pasangan calon yang sebelumnya tak populer tiba-tiba menyalip elektabilitas pasangan calon yang diusung koalisi gemuk KIM Plus, Ridwan Kamil-Suswono.
Meski demikian, langkah Pramono-Rano memang belum tentu mulus. Dengan menyandang ibu kota, Pilkada DKI Jakarta memiliki aturan yang berbeda dengan kontestasi politik di daerah lain. Pemenang pada Pilkada DKI Jakarta bukan pasangan calon yang meraih suara paling banyak.
Seorang paslon baru dinyatakan menang hanya jika telah mendapatkan lebih dari 50%+1 suara pada saat pencoblosan.
Menurut sejumlah lembaga survei, elektabilitas Pramono-Rano masih tipis dengan Ridwan-Suswono di angka 35%—40%-an. Artinya, keduanya berpotensi akan berhadapan atau head to head pada putaran kedua Pilkada DKI Jakarta.
(mfd/wdh)