Logo Bloomberg Technoz

Di sisi lain, Tri juga menyoroti kinerja produksi TINS yang kurang memuaskan sejak 2020. Bahkan, kata dia, untuk tahun ini saja dia pesimistis TINS bisa mencapai target produksi sesuai RKAB.

“Jadi itu memang tantangan yang ini [produksi minim]. Akan tetapi, alhamdulillah Pak Komut juga sudah mulai masuk di Timah. Jadi mudah-mudahan sudah mulai agak menunjukkan tanda-tanda. Tapi target [RKAB] 48.000 ton kayaknya enggak tercapai ya?,” tutur Tri. 

Untuk itu, Tri meminta PT Mineral Industri Indonesia (MIND ID),  sebagai holding BUMN sektor pertambangan yang menaungi PT Timah, tidak menetapkan target produksi yang terlampau besar dalam RKAB.

“Ada dua memang RKAB-nya yang kekencengan untuk targetnya tinggi atau sebetulnya performanya yang kurang. Logikanya, kalau performa enggak lah.”

Para pekerja mengemas timah batangan untuk diekspor di pabrik timah PT Timah di Pangkal Pinang, Pulau Bangka./Bloomberg-Dimas Ardian

Lebih Sulit dari PTBA

Secara terpisah, Direktur Portofolio dan Pengembangan Usaha MIND ID Dilo Seno Widagdo menjelaskan, pertambangan timah di Tanah Air memang memiliki tantangan tersendiri dibandingkan dengan komoditas lain.

Dia membandingkan PT Timah dengan PT Bukit Asam (Persero) Tbk (PTBA), yang lebih mudah memproduksi batu bara sesuai dengan target, sebab lahan di wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) dimiliki langsung oleh perusahaan.

“Kalau di sana tanahnya itu [lahan PT Timah] relatif punyanya masyarakat, [tetapi] penguasaan tanahnya itu bukan. Walaupun IUP-nya PT Timah, tetapi lahannya kan bukan penguasaan atas tanah PT Timah,” terang Dilo.

Dilo pun mengakui masih banyak permasalahan di pertambangan timah yang lahannya dikuasai oleh masyarakat setempat, sehingga perlu ada pembenahan lebih lanjut.

“Iya, makanya enggak gampang. Ada banyak masalah. Itu kan juga banyak hal yang memang harus diberesin. Pengertian tentang penguasaan yang di atas sama yang di bawah tanah ini, kan juga mungkin enggak aware,” ujarnya.

Mengutip catatan PT Timah, saat ini perseroan mengantongi 127 izin usaha pertambangan (IUP) dengan luas wilayah 288.716 hektare (ha) di darat dan 184.672 ha di laut. Sebagai perbandingan, total luas IUP timah di Indonesia pada 2023 mencapai 555.355,01 ha.

Dari sisi kinerja, PT Timah mencatat produksi bijih timah sejumlah 15.189 ton per September 2024. Capaian itu naik 36% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu sebanyak 11.201 ton.

Kemudian, produksi logam timah naik 25% menjadi 14.440 metrik ton dari periode yang sama tahun lalu sebesar 11.540 metrik ton.

Penjualan logam timah TINS meningkat 21% menjadi 13.441 metrik ton per September 2024 dibandingkan dengan periode yang sama sebesar 111.100 metrik ton. 

Sementara itu, harga jual rata-rata hingga September 2024 menjadi US$31.183 metrik ton. Capaian ini naik 15% dari periode yang sama tahun lalu US$27.017 metrik ton.

Adapun, pada Maret, Kementerian ESDM melaporkan telah menambah jumlah persetujuan RKAB pertambangan timah menjadi 15 badan usaha dari sebelumnya hanya 12 badan usaha.

Dengan demikian, kapasitas produksi timah dari RKAB yang telah disetujui menjadi 46.444 ton untuk periode 2024—2026. Jumlah ini meningkat 4,41% dari yang sebelumnya 44.481,63 ton untuk 12 badan usaha.

“RKAB sampai saat ini yang telah dilakukan persetujuan 15 perusahaan dengan kapasitas produksi 46.444 ton. Kenaikan sedikit dari kemarin,” ujar Direktur Pembinaan Program Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Ing Tri Winarno di Komisi VII DPR RI.

(wdh)

No more pages