Logo Bloomberg Technoz

Bloomberg Technoz, Jakarta - Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Shinta Kamdani mengatakan dirinya kerap mendapat keluhan dari para investor asing terkait dengan ketidakpastian mengenai regulasi upah minimum di Indonesia.

Pernyataan itu disampaikan sejalan dengan rencana pemerintah yang saat ini juga kembali akan mengubah aturan upah minimum provinsi (UMP) 2025, yang telah mengalami perubahan sebanyak empat kali.

"Saya baru datang lawatan dari luar negeri, di mana kami mempromosikan Indonesia selalu dikatakan open for business. Tapi dengan kondisi ini, ini banyak pertanyaan dari investor, 'Ini apa yang terjadi?', 'Mengapa ada perubahan lagi?', 'Bagaimana ini ke depannya?'," ujarnya dalam Media Briefing di Jakarta, Selasa (26/11/2024) malam.

Shinta mengatakan, kebijakan yang terus-menerus berubah soal upah minimum tesebut juga menyebabkan kebingungan dan keraguan di kalangan investor. Selain itu, hal tesebut juga turun membuat pengusaha kesulitan dalam mengalkulasikan rencana bisnis ke depan.

"Jadi keputusan ini agak mengejutkan banyak pihak, karena sebenarnya kalau kita melihat daripada Undang-Undang Cipta Kerja, khususnya mengenai klaster ketenagakerjaan, memang ini suatu proses yang sudah berjalan cukup panjang," tutur Shinta.

"Dan ini juga bukan keputusan kami dari pelaku usaha, tapi pemerintah yang juga sudah melibatkan konsultasi daripada banyak pihak termasuk pelaku usaha, termasuk juga dari buruh, masyarakat luas dan lain-lain."

Mahkamah Konstitusi sebelumnya resmi mengabulkan sebagian permohonan uji materil undang-undang Cipta Kerja yang diajukan oleh kalangan buruh, yang meliputi FSPMI, KSPSI, KPBI, KSPI, dan juga Partai Buruh

Sebagian dalam putusannya, MK memerintahkan pemerintah agar kluster ketenagakerjaan dikeluarkan dari UU Cipta Kerja.

Selain itu, MK jga meminta pembentuk UU, yakni DPR dan pemerintah menyusun UU Ketenagakerjaan baru dalam waktu maksimal dua tahun, sekaligus meminta agar substansi UU Ketenagakerjaan baru menampung materi yang ada di UU No 13/2003 tentang Ketenagakerjaan, UU No 6/2023, dan sejumlah putusan Mahkamah Konstitusi.

(ibn/dhf)

No more pages