Posisi tersebut, lanjut Bob, menjadikan Indonesia unggul dari China ataupun India, dua negara yang hari ini justru mengalami pertumbuhan ekonomi tertinggi di kawasan Asia.
Bob menyayangkan bahwa timbulnya polemik baru terkait sistem UMP akan menjadikan investor kembali ragu-ragu untuk berinvestasi di Indonesia. Padahal Indonesia punya peluang untuk memperkuat industri, yang pada gilirannya mendukung pertumbuhan ekonomi melalui kepastian hukum.
Sayangnya, hal ini tertunda lantaran kembali terjadi ketidakpastian dalam beberapa tahun terakhir, termasuk soal sistem pengupahan tersebut. Kasus yang kembali ulang setelah lebih dari 13 tahun.
Bob mengingat pada tahun 2011 silam polemik sistem pengupahan sampai terjadi kerusuhan dimana buruh melakukan penutupan jalan tol. "Padahal waktu itu Indonesia menjadi negara nomor satu tujuan investasi," ujar dia.
"Jadi beberapa kali kita miss opportunity hanya karena masalah upah minimum, dan sampai 13 tahun kalau kita nyekolahin anak 'udah SMP belum selesai'. Kita sampaikan kepada Menteri, kita kecewa. Tapi kita gak boleh berhenti berharap terhadap negara ini."
Adapun, pemerintah hingga saat ini masih mengkaji soal rencana penetapan upah minimum provinsi (UMP) untuk tahun 2025, sejalan dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang meminta penyesuaian upah pada akhir Oktober lalu.
Keputusan tersebut berasal dari gugatan kalangan aliansi buruh meliputi FSPMI, KSPSI, KPBI, KSPI, dan juga Partai Buruh terhadap Undang-undang Cipta Kerja (UU Ciptaker).
Menaker Yassierli menargetkan penetapan upah minimum provinsi (UMP) akan disampaikan pada akhir bulan ini, atau selambatnya awal Desember, sambil menunggu arahan dari Presiden Prabowo Subianto.
"Kami targetnya Permenaker mengenai UMP diumumkan akhir bulan ini," ujar Yassierli kepada wartawan usai menemui Prabowo di Istana Negara, Senin (25/11/2024) kemarin.
(wep)