“Kita punya opsi itu, tetapi kita nanti lihat jalan apa enggak [proyeknya]. Houayou kan sudah banyak berinvestasi. Nah, ini yang kita lihat lagi kapasitasnya mereka seperti apa. Akan tetapi, dikerjasamakan dengan Vale kan memang akan memberikan opsi untuk bisa masuk, setelah mereka buktikan [komitmen investasinya],” kata Dilo.
Zhejiang Huayou Cobalt Co, salah satu produsen nikel terbesar di dunia, sebelumnya dikabarkan tengah menjajaki sejumlah bank untuk mendapatkan pendanaan sekitar US$2,7 miliar (sekitar Rp42,49 triliun) untuk proyek smelter nikel HPAL di Indonesia, menurut sumber yang mengetahui masalah tersebut.
HSBC Holdings Plc dan Standard Chartered Plc disebut tengah mengatur pinjaman tersebut dan mengundang bank-bank lain untuk berpartisipasi dalam pembiayaan fasilitas nikel-baterai milik perusahaan China di Sulawesi Tenggara, kata sumber yang meminta untuk tidak disebutkan namanya karena informasi tersebut bersifat pribadi kepada Bloomberg.
Huayou bermitra dalam proyek tersebut dengan Ford dan perusahaan tambang PT Vale Indonesia untuk memproduksi olahan nikel berstandar baterai bagi kendaraan listrik.
Huayou, HSBC, dan Standard Chartered tidak segera menanggapi permintaan komentar.
Penggalangan dana tersebut dilakukan saat harga nikel acuan diperdagangkan mendekati level terendah dalam empat tahun di tengah melemahnya permintaan dari pasar baja nirkarat (stainless steel) dan pertumbuhan yang lebih lambat dari perkiraan di sektor EV.
Smelter Pomalaa akan menggunakan teknologi ‘pelindian asam bertekanan tinggi’, atau HPAL, untuk membuat bahan kimia nikel yang dikenal sebagai endapan hidroksida campuran, dari bijih bermutu rendah.
Proyek ini diharapkan memiliki produksi nikel tahunan sebesar 120.000 ton, yang akan menjadikannya salah satu proyek HPAL terbesar di negara Asia Tenggara tersebut.
Total jumlah investasi untuk proyek tersebut akan mencapai sekitar US$3,8 miliar, kata Huayou dalam pengajuannya Desember tahun lalu.
Huayou memiliki saham sebesar 73,2%, sementara Vale memiliki 18,3%, dan Ford memiliki kepemilikan awal sebesar 8,5% dengan opsi untuk menaikkannya menjadi 17% dalam jangka waktu yang disepakati.
Huayou mengatakan tahun lalu pembangunan smelter HPAL di Pomalaa akan memakan waktu sekitar tiga tahun. Perusahaan tersebut belum memberikan jadwal terbaru tetapi mengatakan awal tahun ini pekerjaan pendahuluan telah dilakukan pada proyek tersebut.
(wdh)