Intergrasi tersebut, kata Budi, dinilai dapat menghilangkan duplikasi pelaoran dan menciptakan satu perdangan nasional antarpulau.
"Selain itu, menciptakan kepatuhan pelaku usaha dalam pelaporan PAB, meningkatkan pengawasan, khususnya perdagangan antarpulau tertentu, barang minerba [Mineral] dan Batu Bara], dan barang hasil sumber daya alam," ujar Budi.
Tak Berpusat di Jawa
Di sisi lain, lanjut Budi, revisi aturan tersebut juga ditujukan untuk mengurangi transaksi perdagangan yang hingga kini masih berpusat di Pulau Jawa, mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2023.
Selain itu, transaksi perdagangan tersebut juga membuat adanya disparitas harga barang kebutuhan pokok antarwilayah yang masih tinggi.
"Untuk itu, kita perlu berupaya meningkatkan keterkaitan ekonomi dan rantai nilai antarwilayah dengan cara meningkatkan kinerja logistik nasional," ujar Budi.
Ini juga sejalan dengan rencana pemerintah yang telah berencana untuk menurunkan biaya logistik nasional berdasarkan Intruksi Presiden (Inpres) No.25/2020 tentang penataan ekosistem logistik nasional.
Berdasarkan data Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Kementerian PPN/Bappenas), biaya logistik di Indonesia masih berada di kisaran 14,29% dari produk domestik bruto (PDB), atau masih jauh dari target yang sebesar 8% hingga 2045 mendatang.
(ain)