Bloomberg Technoz, Jakarta - Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Faisal Basri menyatakan bahwa Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang atau Perppu Cipta Kerja akan membuat masa depan Indonesia ambruk. Menurutnya, upaya yang dilakukan oleh Presiden Jokowi dalam mendongkrak pemulihan ekonomi nasional justru adalah upaya dalam pelemahan institusi.
“Ini bagian dari serangkaian upaya yang sifatnya adalah merusak institusi. Yang dilakukan pemerintah pak Jokowi ini melemahkan institusi agar bisa sesuka hati. Jadi menurut saya, akibat dari Omnibus ini nyata-nyata masa depan Indonesia akan sangat mengerikan, bisa ambruk gitu ya kalau fondasinya ambruk,” kata Faisal dalam diskusi yang diselenggarakan oleh perkumpulan ELSAM yang bertajuk "Ada Apa dengan Ciptaker?" lewat Zoom Meeting pada Selasa (24/1/2023).
Sebelumnya, pemerintah mengeklaim bahwa penerbitan Perppu Cipta Kerja ini demi menyelamatkan perekonomian Indonesia dari situasi ekonomi global yang ditengarai bisa memperburuk ekonomi Indonesia. Artinya ada alasan darurat di dalamnya yang perlu ada bila Presiden mengeluarkan Perppu.
Namun Faisal menilai bahwa alasan yang dilontarkan pemerintah itu tidak masuk akal. Ia mengatakan bahwa justru ekonomi Indonesia dalam keadaan yang normal. Tidak ada kegentingan yang memaksa yang dicontohkannya seperti keadaan krisis moneter Indonesia pada 1998 silam.
“Kalau darurat ekonomi kan, keseluruhan ekonomi gitu. Penganggurannya tinggi, inflasinya tinggi, cadangan devisa tidak ada, kering gitu. Kita mau impor ndak bisa, pengadaan susu buat bayi ndak punya uang. Seperti yang terjadi di tahun 1998. Jadi alasan itu tidak masuk akal menurut saya,” kata Faisal.
Di samping itu, ia juga mengatakan bahwa pemerintah Jokowi membuat Perppu tersebut untuk memuluskan tujuan para oligarki yang menurutnya akan sangat diuntungkan dalam pelaksanaannya.
“Dengan UU Omnibus (Perppu Ciptaker), itu perpanjangan otomatis, limbah batu bara digolongkan bukan sebagai limbah berbahaya. Jadi memuluskan semua. bisa diperpanjang sampai batubaranya habis. Indonesia kan sekarang importir gula terbesar dunia tapi produsen gula utama itu 11 perusahaan. Nah itu mereka bikin gula tidak perlu perkebunan tebu. Tidak perlu kebun tebu/petani tebu. Sebelumnya selama 3 tahun, perusahaan wajib membeli tebu dari petani atau membangun perkebunan tebu. Wajib itu. Nah dengan UU Omnibus, kewajiban itu diputihkan, dihilangkan,” lanjut Faisal.
Diketahui, setelah pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja pada 30 Desember 2022 lalu. Sejumlah pemohon mengajukan permohonan pengujian formil dan materil perpu tersebut ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Dikutip dari laman resmi MK, adapun pemohon tersebut terdiri dari akademisi, pengusaha, konsultan hukum, dan wirausaha dan kelompok organisasi buruh. Permohonan Nomor 5/PUU-XIX/2023 diajukan oleh Hasrul Buamona (Dosen Hukum Kesehatan), Siti Badriyah (Pengurus Migrant Care), Harseto Setyadi Rajah (Konsultan Hukum), Jati Puji Santoro (Wiraswasta), Syaloom Mega G. Matitaputty (Mahasiswa FH Usahid/Pemohon V), dan Ananda Luthfia Rahmadhani (Mahasiswa FH Usahid/Pemohon VI) Sedangkan permohonan Perkara Nomor 6/PUU-XIX/2023 diajukan oleh Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI).
Para pemohon tersebut menilai Perppu Cipta Kerja tidak sesuai dengan konstitusi dan bertentangan dengan UUD 1945. Menurut salah satu Kuasa hukum Perkara Nomor 5/PUU-XIX/2023, norma yang terdapat pada Perppu Cipta Kerja menghilangkan hak konstitusional para buruh yang telah dijamin dalam UUD 1945 dan UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan.
“Subjektivitas Presiden untuk menerbitkan perppu harus didasarkan pada keadaan yang objektif. Apabila diukur dari tiga tolok ukur, keberadaan perppu ini tidak memenuhi syarat karena selama ini pemerintah menggunakan UU 11/2020 (UU Cipta Kerja) untuk melaksanakan kebutuhan mendesak dalam penyelesaian masalah hukum yang masuk dalam ruang lingkupnya dan selama ini tidak terjadi kekosongan hukum,” dikutip dalam laporan tersebut dari laman resmi MK.
(ibn/ezr)