Logo Bloomberg Technoz

Indonesia sebagai produsen utama nikel dunia, kata Rizal, tentu akan diuntungkan dengan pertumbuhan permintaan ini karena peningkatan permintaan tentu akan diikuti oleh kenaikan harga nikel di pasar global.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melaporkan total cadangan bijih nikel mencapai 5,32 miliar ton dan cadangan logam nikel 56,11 juta ton per 2024, di mana Maluku Utara menjadi provinsi dengan jumlah cadangan yang paling banyak.

Kementerian ESDM memberikan perincian cadangan bijih nikel mencapai 5,32 miliar ton ini terdiri dari 60% saprolit dan 40% limonit.

Saprolit merupakan nikel kadar tinggi dan banyak diolah melalui sistem rotary kiln electric furnace (RKEF). Nikel ini menghasilkan produk berupa nickel pig iron (NPI), feronikel (FeNi), atau nickel matte untuk bahan baku baja nirkarat.

Sementara itu, limonit merupakan nikel kadar rendah yang umumnya diolah melalui sistem high pressure acid leaching (HPAL) untuk menghasilkan mixed hydroxide precipitate (MHP) yang dibutuhkan untuk bahan baku baterai kendaraan listrik.

Selain itu, menyitir situs resmi International Energy Agency (IEA), 3 produsen nikel terbesar pada 2030 dari sisi pertambangan diramal Indonesia (62%), Filipina (8%), dan New Caledonia (6%). Sementara itu, dari sisi pemurnian atau smelter adalah Indonesia (44%), China (21%) dan Jepang (6%).

Kemerosotan harga nikel./dok. Bloomberg

Harga nikel, yang menjadi salah satu komoditas mineral logam andalan Indonesia, diproyeksikan menguat secara anual; masing-masing 3% pada 2025 dan 6% pada 2026, setelah anjlok dari rekor tertingginya pada 2022.

Bank Dunia atau World Bank (WB) dalam laporan Commodity Market Outlook teranyarnya mengatakan proyeksi penguatan harga nikel terjadi seiring dengan permintaan global yang diramal terus meningkat dalam beberapa tahun mendatang, didukung ekspansi produksi baja nirkarat dan baterai untuk EV.

"Setelah penurunan yang diperkirakan sebesar 21% pada 2024 secara tahunan atau year on year [yoy], harga nikel diperkirakan pulih sebesar 3% pada 2025 dan 6% pada 2026," tulis tim peneliti Bank Dunia dalam laporannya.

Bank Dunia mencatat rerata harga nikel berada di level US$16.627/ton pada Januari—Maret 2024. Harganya sempat menguat ke level US$18.416/ton pada April—Juni 2024 dan melemah kembali ke level US$16.235/ton pada Juli—September 2024.

Institusi tersebut juga melaporkan harga nikel turun 12% secara quarter to quarter (qtq) pada kuartal III-2024, tetapi sebagian pulih dalam beberapa pekan terakhir menyusul langkah-langkah stimulus ekonomi di China.

(dov/wdh)

No more pages