Dalam keputusan pemerintah tersebut, kriteria MBR yang mendapatkan penghapusan BPHTB dan pembebasan retribusi PBG merujuk pada Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 22/Kpts/M/2023.
Beleid itu mengatur tentang kriteria jenis dan luas bangunan rumah, hingga total penghasilan masayarakat yang akan mendapatkan keringanan tersebut, yang juga menyesuaikan masing-masing daerah di Indonesia.
Berdasarkan keputusan tersebut, penghapusan BPHTB di wilayah Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Kepulauan Bangka Belitung, Kepulauan Riau, Maluku, Maluku Utara, Bali, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat diperuntukkan untuk calon pembeli dengan pendapatan maksimal Rp7.000.000 untuk yang belum menikah, dan Rp8.000.000 untuk yang sudah menikah.
Sementara itu, untuk wilayah Papua, Papua Barat, Papua Tengah, Papua Selatan, Papua Pegunungan, dan Papua Barat Daya calon pembeli memiliki pendapatan paling besar Rp7.500.000 untuk yang belum menikah, dan Rp10.000.000 untuk yang berumah tangga.
Pemerintah mengatkaan pelaksanaan SKB tersebut juga nantinya akan ditindaklanjuti dengan peraturan kepala daerah masing-masing, yang ditargetkan akan rampung disosialisasikan akhir tahun ini.
"Untuk masyakarat kecil, harus ada keberpihakan. Negara ini harus melakukan pilihan. Sebagai kebijakan ada risikonya, masa menghapus buat masyarakat menengah atau orang kaya? Yang bener saja. Buat yang di bawah dong. Saya sebagai birokrat ngga akan ragu-ragu melakukan itu," ujar Ara.
(ain)