Logo Bloomberg Technoz

Bloomberg Technoz, Jakarta - Pemerintah sepakat menghapus biaya Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dalam program 3 juta rumah Prabowo. Selain BPHTB, pemerintah juga menghapus retribusi biaya persetujuan bangunan gedung (PBG) dan mempersingkat waktu proses izin mendirikan bangunan (IMB).

Keputusan tersebut tertuang melalui Surat Keputusan Bersama yang diteken Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait, dan Menteri Pekerjaan Umum (PU) Dody Hanggodo, Senin (25/11/2024).

"BPHTB di daerah dan kota jadi 0%, untuk masyarakat yang berpenghasilan rendah," ujar Menteru PKP Maruarar Sirait, kemarin.

BPHTB sendiri merupakan pungutan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Pungutan ini ditanggung oleh pembeli dan hampir mirip dengan PPh bagi penjual. Melalui pungutan ini, pihak penjual dan pembeli sama-sama memiliki tanggung jawab untuk membayar pajak.

Kriteria MBR Merujuk Minimal Gaji

Dalam keputusan pemerintah tersebut, kriteria MBR yang mendapatkan penghapusan BPHTB dan pembebasan retribusi PBG merujuk pada Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 22/Kpts/M/2023.

Beleid itu mengatur tentang kriteria jenis dan luas bangunan rumah, hingga total penghasilan masayarakat yang akan mendapatkan keringanan tersebut, yang juga menyesuaikan masing-masing daerah di Indonesia.

Berdasarkan keputusan tersebut, penghapusan BPHTB di wilayah Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Kepulauan Bangka Belitung, Kepulauan Riau, Maluku, Maluku Utara, Bali, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat diperuntukkan untuk calon pembeli dengan pendapatan maksimal Rp7.000.000 untuk yang belum menikah, dan Rp8.000.000 untuk yang sudah menikah.

Sementara itu, untuk wilayah Papua, Papua Barat, Papua Tengah, Papua Selatan, Papua Pegunungan, dan Papua Barat Daya calon pembeli memiliki pendapatan paling besar Rp7.500.000 untuk yang belum menikah, dan Rp10.000.000 untuk yang berumah tangga.

Pemerintah mengatkaan pelaksanaan SKB tersebut juga nantinya akan ditindaklanjuti dengan peraturan kepala daerah masing-masing, yang ditargetkan akan rampung disosialisasikan akhir tahun ini.

"Untuk masyakarat kecil, harus ada keberpihakan. Negara ini harus melakukan pilihan. Sebagai kebijakan ada risikonya, masa menghapus buat masyarakat menengah atau orang kaya? Yang bener saja. Buat yang di bawah dong. Saya sebagai birokrat ngga akan ragu-ragu melakukan itu," ujar Ara.

(ain)

No more pages