Tekanan yang dihadapi oleh mata uang Asia pagi ini akibat pernyataan Trump pada Senin malam waktu AS di akun media sosialnya.
Trump menegaskan akan mengenakan tarif barang impor sebesar 10% pada barang-barang dari China dan 25% barang impor dari Meksiko dan Kanada.
Seperti dilansir dari Bloomberg, Trump menyatakan, pungutan itu dibutuhkan AS untuk menekan arus migran dan obat-obatan terlarang melintasi perbatasan.
Trump juga menyebut China gagal memenuhi janji untuk menerapkan hukuman mati bagi pengedar fentamil dengan menuliskan bahwa "Narkoba masuk ke negara kita (AS) sebagian besar melalui Meksiko pada tingkat yang belum pernah terlihat sebelumnya. Sampai saat itu tiba, kami akan mengenakan tarif tambahan sebesar 10% pada Tiongkok di atas tarif tambahan apapun, pada semua produk mereka yang masuk ke AS," kata Trump.
Dampak pernyataan itu meluas ke hampir semua pasar negara berkembang baik di Amerika Latin maupun di Asia pagi ini. Mayoritas bursa saham di Asia tertekan di zona merah.
IHSG berhasil dibuka menguat 0,21% pagi ini dan berhasil mempertahankan penguatan ke level 7.338, mencerminkan penguatan 0,33%. Pergerakan IHSG menjadi outlier dari gerak saham di bursa Asia negara lain yang kebanyakan terseret ke zona merah.
Sedangkan di pasar surat utang RI pagi ini pergerakan yield bervariasi. Yield 1Y turun 5 bps ke 6,73%. Sedangkan tenor 5Y masih naik 1,6 bps ke 6,78% dan yield 10Y naik ke kisaran 6,91%.
Secara teknikal nilai rupiah berpotensi kembali melemah menuju area Rp15.900/US$ yang menjadi support pertama. Support kedua ada di Rp15.940/US$.
Apabila dua level support itu tertembus, rupiah bisa makin melemah ke Rp15.950-Rp15.980/US$ sebagai support terkuat.
Jika rupiah mampu menguat, level resistance menarik dicermati pada trendline garis merah di range area Rp15.850/US$ dan selanjutnya Rp15.800/US$.
Dalam jangka menengah (Mid-term) rupiah masih memiliki potensi pelemahan lanjutan ke support psikologis di Rp16.000/US$ usai menjebol sejumlah support tersebut.
(rui)