Terakhir, Bloomberg News mengabarkan lembaga keuangan asal Amerika Serikat (AS) JP Morgan Chase & Co aktif mencari peluang untuk membiayai ‘pensiun dini’ pembangkit listrik tenaga batu bara.
“Kami punya niat itu,” tegas Andre Abadie, Direktur Pelaksana di JP Morgan Centre for Carbon Transition.
JP Morgan menjadi lembaga teranyar yang ikut aktif untuk membiayai shutdown pembangkit listrik batu bara. Sebelumnya sudah ada HSBC Holdings Plc dan Standard Chartered Plc.
“Harus ada yang membiayai (penutupan pembangkit batu bara). Sebab, membangunnya juga butuh biaya,” ujar Marissa Drew, Chief Sustainability Officer Standard Chartered.
International Energy Agency (IEA) mencatat, batu bara masih berperan besar dalam pembangkitan listrik dunia. Porsi batu bara dalam bauran energi (energy mix) global masih mencapai 36%.
Sejauh ini, upaya penutupan pembangkit listrik bertenaga batu bara masih kalah dibandingkan pembangunan baru.
“Tanpa mengatasi masalah batu bara ini. kita tidak bisa mencapai target-target iklim yang telah dicanangkan,” ungkap Fatih Birol, Direktur Eksekutif IEA.
Analisis Teknikal
Secara teknikal dengan perspektif harian (daily time frame), batu bara masih terjebak di zona bearish. Tercermin dari Relative Strength Index (RSI) yang sebesar 40,64. RSI di bawah 50 mengindikasikan suatu aset sedang dalam posisi bearish.
Sementara indikator Stochastic RSI ada di 31,32. Menempati area jual (short).
Oleh karena itu, ruang gerak harga batu bara rasanya hanya bisa terbatas. Target resisten ada di US$ 142-143/ton.
Adapun target support berada di rentang US$ 140-138/ton.
(aji)