Kedua, Digitalisasi dan Simplikasi Perizinan. Pemerintah dapat meningkatkan efisiensi proses perizinan penyelenggaraan event pariwisata dapat mengurangi beban biaya administrasi bagi penyelenggara/promotor event, sehingga dapat lebih fokus pada pengelolaan biaya operasional. Dalam beberapa tahun ini pemerintah Republik Indonesia sudah fokus pada upaya.
"Digitalisasi Layanan Perizinan Penyelenggaraan Event, dan saat ini sedang dalam proses untuk dapat mencakup layanan digitalisasi perizinan bagi event berskala internasional," kata Frans.
Kemudian ketiga, Kampanye Bangga Berwisata di Indonesia (BBWI) dengan melalui kampanye BBWI yang intensif tentang manfaat event terhadap perekonomian lokal, pemerintah dapat mendorong masyarakat untuk tetap mendukung event pariwisata di Indonesia meskipun terdapat peningkatan biaya.
"Dengan pendekatan ini, diharapkan dampak kenaikan PPN terhadap industri event pariwisata dapat dikelola dengan baik, sehingga industri ini tetap menjadi salah satu pendorong utama pertumbuhan sektor pariwisata Indonesia," pungkasnya.
Hingga saat ini pemerintah belum menentukan akan melaksanakan atau menunda kebijakan PPN tersebut, lantaran Presiden Prabowo Subianto belum menerbitkan aturan turunan dari UU tersebut.
Bahkan, ketika ditemui awak media di Kompleks DPR RI awal pekan ini, Sekretaris Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas Teni Widuriyanti menyatakan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2025 telah mengakomodir visi-misi Presiden Prabowo Subianto, termasuk komponen penerimaan negara.
Terkait dengan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12%, Teni enggan memastikan bahwa hal itu turut diperhitungkan dalam penyusunan target penerimaan atau tidak. Dia hanya menyatakan bahwa beberapa kebutuhan atau target Prabowo telah diakomodasi.
"Tapi kayaknya sudah mengakomodasi kebutuhan menuju visi-misi yang baru sudah mulai transisi menuju kesana, beberapa sudah diakomodasi," ucap Teni.
(dec/spt)