Rupiah spot mengalami pelemahan mingguan 0,13% akibat berlanjutnya arus keluar modal asing yang dilaporkan mencapai Rp7,5 triliun selama periode 18-21 November lalu. Tekanan arus keluar modal asing terbesar terjadi di pasar surat berharga negara (SBN) senilai Rp3,6 triliun, lalu di pasar saham Rp3,3 triliun dan di Sekuritas Rupiah (SRBI) mengecil tinggal Rp610 miliar.
Pekan ini, perhatian para pelaku pasar akan banyak tertuju pada serangkaian data penting yang dilansir dari Amerika. Laporan Konsumsi dan Pengeluaran Pribadi Amerika Serikat (AS), personal and consumption expenditure, akan menjadi fokus pada pelaku pasar.
Sebelumnya, The Fed akan melansir risalah rapat FOMC bulan lalu, yang bisa menjadi gambaran suasana kebatinan para pengambil keputusan ketika memutuskan penurunan lagi Fed fund rate sebesar 25 bps dua hari pasca Pilpres AS lalu.
Konsensus pasar sejauh ini memperkirakan inflasi PCE pada Oktober sebesar 0,2%, sama dengan bulan lalu. Sedangkan secara tahunan diprediksi naik jadi 2,3% dari tadinya sebesar 2,1%. Inflasi inti PCE diprediksi sebesar 2,8%, lebih tinggi dibanding bulan September 2,1%. Secara bulanan, inflasi inti PCE ditaksir sebesar 0,3%, sama dengan periode sebelumnya.
Presiden AS terpilih Donald Trump telah menunjuk Scott Bessent sebagai Menteri Keuangan AS di kabinetnya nanti. Pasar merespon itu dengan melepas dolar sehingga the greenback sedikit melemah setelah sempat menyentuh level terkuat dalam dua tahun terakhir.
Para pelaku pasar yang disurvei oleh Bloomberg setelah penunjukan Bessent menilai hedge fund manager itu akan mengambil pendekatan bertahap terkait kebijakan tarif dan berusaha menekan defisit anggaran, yang dianggap sebagai tanda positif bagi perekonomian dan pasar AS.
“Setelah nominasi-nominasi lainnya, serta perdebatan panjang di antara para kandidat untuk jabatan Menteri Keuangan, Anda secara harfiah bisa mendengar napas lega dari para pelaku pasar keuangan di AS saat Bessent diumumkan,” tulis Erik Nielsen, penasihat utama ekonomi di UniCredit Bank GmbH, dalam sebuah catatan kepada klien.
Artinya, ini bisa menjadi sentimen positif juga bagi aset-aset emerging market termasuk rupiah.
Analisis teknikal
Secara teknikal nilai rupiah masih akan berpotensi tertekan di zona merah di Rp15.900/US$ sampai dengan Rp15.950/US$. Rupiah memiliki level support terkuat di Rp16.000/US$.
Sementara trendline terdekat pada time frame daily menjadi resistance psikologis potensial pada level Rp15.850/US$. Kemudian, target penguatan optimis lanjutan untuk dapat kembali menguat ke level Rp15.800/US$.
Mencermati tren perdagangan sepekan ke depan, selama nantinya nilai rupiah bertengger di atas Rp15.600/US$ usai tertekan, maka masih ada potensi untuk lanjut melemah.
Sebaliknya apabila terjadi penguatan hingga Rp15.800/US$ dalam tren jangka menengah (Mid-term), maka rupiah berpotensi terus menguat hingga Rp15.720/US$ di MA-100.
Lelang SRBI
Pada Jumat lalu, BI menggelar lelang Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) di mana tingkat bunga diskonto diberikan makin tinggi, kemungkinan untuk menarik lagi investor asing ungtuk masuk.
Lelang SRBI pada Jumat mencatat penurunan minat yakni hanya sebesar Rp19,2 triliun, turun tajam dibanding incoming bids lelang pekan lalu yang masih sekitar Rp27,81 triliun.
Alhasil, minimnya minat ditambah tingginya permintaan imbal hasil dari peserta lelang, akhirnya mendorong BI menaikkan tingkat bunga SRBI-12M menyentuh level 7,14%, tertinggi sejak lelang 6 September lalu.
Minat yang lebih rendah akhirnya juga membuat BI menjual SRBI tidak terlalu besar, yakni hanya Rp18 triliun dari tadinya sempat menjual hingga Rp30 triliun dalam lelang 8 November.
Mengacu data statistik, penempatan asing di SRBI sudah menurun sekitar Rp4,39 triliun menjadi tinggal Rp250,18 triliun per 18 November. Proporsi kepemilikan asing di SRBI yang memberikan bunga tinggi itu juga anjlok tinggal 25,82% dari sebesar 27,23% pada bulan sebelumnya.
(rui)