Biaya penyelenggaraan event, terutama yang berskala internasional, akan meningkat karena tarif PPN yang lebih tinggi. Hal ini dapat membuat Indonesia menjadi kurang kompetitif dibandingkan negara pesaing yang memiliki kebijakan insentif pajak untuk penyelenggaraan event pariwisata.
"Seperti diketahui bahwa salah satu daya saing kunci pariwisata Indonesia pada indikator Travel and Tourism Development Index (TTDI) adalah price competitiveness dengan skor 5.44,"kata Frans melalui keterangan tertulis kepada Bloomberg Technoz, Minggu (24/11/2024).
2. Penurunan Jumlah Peserta Event Pariwisata
Kenaikan harga tiket event atau layanan terkait dapat mengurangi jumlah wisatawan nusantara yang cenderung lebih sensitif terhadap harga.
Wisatawan mancanegara dengan segmentasi kelas menengah ke bawah sebagaimana yang terjadi pada wisatawan asal Singapura yang berkewarganegaraan non Singapura (ekspatriat) kemungkinan besar akan mencari alternatif yang lebih murah di negara lain.
"Mengingat kenaikan PPN akan berdampak pada peningkatan biaya perjalanan wisatawan secara keseluruhan, tidak hanya pada peningkatan biaya tiket/keikutsertaan pada event pariwisata saja,"ungkap Frans.
3. Perlambatan Pertumbuhan Industri Event Pariwisata
Dampak kenaikan ppn pada ekosistem event pariwisata dapat menghambat pertumbuhan industri event pariwisata dan industri terkait lainnya yang selama ini berkontribusi signifikan pada sektor pariwisata.
4. Kenaikan Biaya Operasional dan Penurunan Pendapatan
Penyelenggara/promotor event harus menanggung kenaikan tarif PPN untuk biaya barang dan jasa seperti penyewaan tempat, produksi, logistik, dan pemasaran. Hal ini dapat mengurangi margin keuntungan.
"Jika biaya operasional diteruskan kepada wisatawan, potensi penurunan partisipasi dapat menyebabkan pendapatan dari penjualan tiket atau sponsorship menurun,"urai Frans.
Langkah Strategis Kemenpar Mengatasi Implikasi
Apabila nantinya kenaikan PPN 12% tersebut, Kementerian Pariwisata (Kemenpar) telah menyiapkan langkah-langkah strategis untuk mengatasi implikasi.
1. Insentif Khusus untuk Event Pariwisata
Pemerintah dapat mempertimbangkan pembebasan atau pengurangan tarif PPN untuk event pariwisata tertentu, terutama yang berfokus pada promosi destinasi pariwisata super prioritas dan dapat memberikan dampak ekonomi yang signifikan, seperti MotoGP, Aquabike, F1H20, dan Borobudur Marathon.
"Selain itu insentif juga dapat diberikan untuk memfasilitasi pelaku event terkurasi untuk memperoleh sertifikasi ISO guna peningkatan kualitas penyelenggaraan event khususnya skala internasional di tanah air,"kata Frans.
2. Digitalisasi dan Simplifikasi Perizinan
Meningkatkan efisiensi proses perizinan penyelenggaraan event pariwisata dapat mengurangi beban biaya administrasi bagi penyelenggara/promotor event, sehingga dapat lebih fokus pada pengelolaan biaya operasional. Dalam beberapa tahun ini pemerintah Republik Indonesia sudah fokus pada upaya.
"Digitalisasi Layanan Perizinan Penyelenggaraan Event, dan saat ini sedang dalam proses untuk dapat mencakup layanan digitalisasi perizinan bagi event
berskala internasional,"kata Frans.
3. Kampanye Bangga Berwisata di Indonesia (BBWI)
Melalui kampanye BBWI yang intensif tentang manfaat event terhadap perekonomian lokal, pemerintah dapat mendorong masyarakat untuk tetap mendukung event pariwisata di Indonesia meskipun terdapat peningkatan biaya.
"Dengan pendekatan ini, diharapkan dampak kenaikan PPN terhadap industri event pariwisata dapat dikelola dengan baik, sehingga industri ini tetap menjadi salah satu pendorong utama pertumbuhan sektor pariwisata Indonesia,"pungkasnya.
Hingga saat ini pemerintah belum menentukan akan melaksanakan atau menunda kebijakan PPN tersebut, lantaran Presiden Prabowo Subianto belum menerbitkan aturan turunan dari UU tersebut.
Bahkan, ketika ditemui awak media di Kompleks DPR RI awal pekan ini, Sekretaris Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas Teni Widuriyanti menyatakan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2025 telah mengakomodir visi-misi Presiden Prabowo Subianto, termasuk komponen penerimaan negara.
Terkait dengan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12%, Teni enggan memastikan bahwa hal itu turut diperhitungkan dalam penyusunan target penerimaan atau tidak. Dia hanya menyatakan bahwa beberapa kebutuhan atau target Prabowo telah diakomodasi.
"Tapi kayaknya sudah mengakomodasi kebutuhan menuju visi-misi yang baru sudah mulai transisi menuju kesana, beberapa sudah diakomodasi," ucap Teni.
(dec/dhf)