Logo Bloomberg Technoz

Orang yang menerapkan frugal living juga melihat kebutuhan dari kaca mata yang lebih luas. Mereka melihat seberapa penting suatu hal sampai benar-benar harus mengeluarkan uang.

Mereka juga pandai dalam melihat peluang. Ketika sesuatu bisa dilakukan tanpa harus mengeluarkan banyak uang, maka mereka akan memilih jalan tersebut.

Sepekan ke belakang, sejumlah warganet di media sosial X, dulunya Twitter, menilai frugal living sebagai upaya untuk melakukan boikot kepada pemerintah.

"Boikot pemerintah jalur frugal living struktural. Cermat dengan pengeluaran, beli di warung tetangga atau pasar dekat rumah, buat daftar barang-barang berpajak yang bisa dicari alternatifnya, minimalkan konsumsi," tulis akun @uswahabibah dalam akun X.

Dalam perkembangan lain, seorang warganet mengajak masyarakat untuk menahan pembelian ponsel pintar, motor, dan mobil baru setidaknya selama satu tahun.

"Jangan lupa pakai semua subsidi, tidak usah gengsi dibilang miskin, itu dari duit kita juga kok. Kapan lagi boikot pemerintah sendiri," tulis @malesbangunaja dalam akun X.

Tak hanya itu, Petisi untuk menolak kenaikan PPN 12% juga menggema dan viral di media sosial. Petisi tersebut telah ditandatangani sebanyak 5.765 tanda tangan dan dilihat lebih dari 350.000 kali.

Sekadar catatan, kenaikan PPN menjadi 12% memang menjadi salah satu tambahan beban yang bakal dialami masyarakat pada 2025.

Rencana yang termaktub dalam Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 soal Harmonisasi Peraturan Perpajakan atau UU HPP itu juga menimbulkan ragam kritik karena bakal diterapkan di tengah daya beli yang lesu dan penurunan kelas menengah.

Di sisi lain, tingkat keyakinan konsumen di Indonesia pada Oktober terpuruk ke level terendah dalam dua tahun, akibat kondisi ekonomi saat ini dinilai sebagai yang terburuk sejak September 2022 silam, tertekan penurunan penghasilan dan keterbatasan lapangan kerja. Hasil Survei Konsumen bulan Oktober, mempertegas wajah kelesuan perekonomian RI yang hanya tumbuh 4,95% pada kuartal III-2024. 

Selain itu, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan jumlah kelas menengah turun ke 47,85 juta penduduk (17,13%) pada 2024 dari 57,33 juta penduduk (21,45%) pada 2019. 

(red)

No more pages