Logo Bloomberg Technoz

Bloomberg Technoz, Jakarta – Seruan aksi untuk hidup hemat atau frugal living ramai diperbincangkan sepakan belakangan sebagai bentuk protes atas rencana kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari semula 11% menjadi 12% per 1 Januari 2025.

Perlu dicatat, frugal living bukanlah gaya hidup pelit yang berujung menyiksa diri. Frugal living justru merupakan konsep menata keuangan dan pengeluaran dengan fokus pada prioritas, alih-alih godaan nafsu keinginan belanja semata.

Orang-orang dengan frugal living biasanya fokus memanfaatkan apa yang ada. Prinsipnya, selama masih bisa dipakai, maka tidak ada keharusan untuk menggantinya. Frugal living itu cerdik mengelola keuangan serta melihat mana yang prioritas dan mana yang harus dikesampingkan.

Orang yang menerapkan frugal living juga melihat kebutuhan dari kaca mata yang lebih luas. Mereka melihat seberapa penting suatu hal sampai benar-benar harus mengeluarkan uang.

Karyawan menghitung uang rupiah di Jakarta, Jumat (11/10/2024). (Bloomberg Technoz/Andrean Kristianto)

Mereka juga pandai dalam melihat peluang. Ketika sesuatu bisa dilakukan tanpa harus mengeluarkan banyak uang, maka mereka akan memilih jalan tersebut.

Sepekan ke belakang, sejumlah warganet di media sosial X, dulunya Twitter, menilai frugal living sebagai upaya untuk melakukan boikot kepada pemerintah.

"Boikot pemerintah jalur frugal living struktural. Cermat dengan pengeluaran, beli di warung tetangga atau pasar dekat rumah, buat daftar barang-barang berpajak yang bisa dicari alternatifnya, minimalkan konsumsi," tulis akun @uswahabibah dalam akun X.

Dalam perkembangan lain, seorang warganet mengajak masyarakat untuk menahan pembelian ponsel pintar, motor, dan mobil baru setidaknya selama satu tahun.

"Jangan lupa pakai semua subsidi, tidak usah gengsi dibilang miskin, itu dari duit kita juga kok. Kapan lagi boikot pemerintah sendiri," tulis @malesbangunaja dalam akun X.

Tak hanya itu, Petisi untuk menolak kenaikan PPN 12% juga menggema dan viral di media sosial. Petisi tersebut telah ditandatangani sebanyak 5.765 tanda tangan dan dilihat lebih dari 350.000 kali.

Sekadar catatan, kenaikan PPN menjadi 12% memang menjadi salah satu tambahan beban yang bakal dialami masyarakat pada 2025.

Rencana yang termaktub dalam Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 soal Harmonisasi Peraturan Perpajakan atau UU HPP itu juga menimbulkan ragam kritik karena bakal diterapkan di tengah daya beli yang lesu dan penurunan kelas menengah.

Di sisi lain, tingkat keyakinan konsumen di Indonesia pada Oktober terpuruk ke level terendah dalam dua tahun, akibat kondisi ekonomi saat ini dinilai sebagai yang terburuk sejak September 2022 silam, tertekan penurunan penghasilan dan keterbatasan lapangan kerja. Hasil Survei Konsumen bulan Oktober, mempertegas wajah kelesuan perekonomian RI yang hanya tumbuh 4,95% pada kuartal III-2024. 

Selain itu, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan jumlah kelas menengah turun ke 47,85 juta penduduk (17,13%) pada 2024 dari 57,33 juta penduduk (21,45%) pada 2019. 

Bergantung Daya Beli

Perlu diketahui, konsumsi rumah tangga selama ini merupakan penopang dari pertumbuhan ekonomi Indonesia, seperti disampaikan oleh BPS. Sebab, kontributor pertumbuhan ekonomi pada kuartal II-2024 salah satunya adalah konsumsi rumah tangga.

Namun, konsumsi rumah tangga pada kuartal III-2024 melambat dengan mencatat kontraksi secara kuartalan sebesar -0,48% quarter to quarter (qtq).  Angka itu turun jauh dibandingkan kuartal II lalu yang masih tumbuh 3,12% qtq.

Kinerja pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III-2024 juga melambat ke level terendah dalam setahun terakhir, yakni hanya tumbuh 4,95%. Angka itu di bawah ekspektasi pasar yang memperkirakan masih akan tercapai pertumbuhan sebesar 5%.

Tidak Semua Kena PPN

Meski demikian, terdapat sejumlah barang yang dikecualikan atau tidak dikenakan PPN. Selain dijelaskan dalam UU HPP, Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) juga mengatur hal tersebut.

Salah satunya, dalam PMK No116/PMK.010/2017 yang mengatur tidak dikenakan PPN pada barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan masyarakat. Sementara dalam Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2022 tentang PPN, produk susu merupakan produk pokok yang dibebaskan dari PPN.

(mfd/wdh)

No more pages