Adapun, ketentuan harga DMO batu bara itu termaktub dalam Peraturan Menteri ESDM No. 9/2023 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri ESDM No. 16/2020 tentang Rencana Strategis Kementerian ESDM.
Dalam kaitan itu, Gita mengatakan penurunan permintaan batu bara ke China memang sudah diproyeksikan oleh APBI, di mana mulai tahun depan mulai terdapat penurunan.
Geser ke Asean
Namun, Gita mengatakan masih terdapat permintaan dari beberapa negara di Asia Tenggara, yakni volumenya diproyeksikan sebesar 210 juta ton pada 2025 yang berasal dari Vietnam, Malaysia, Filipina, dan Thailand.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), volume ekspor batu bara ke China adalah 81,68 juta ton pada 2023.
Di lain sisi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengatakan, berdasarkan hasil analisis internal, penurunan permintaan batu bara Indonesia tidak akan terlalu signifikan dalam beberapa tahun ke depan.
Adapun, pernyataan ini dilontarkan untuk menanggapi laporan dari Bank Dunia atau World Bank (WB) yang mengestimasikan penurunan konsumsi batu bara bakal terjadi pada 2025 dan makin parah pada 2026, menyusul proyeksi kemerosotan permintaan dari China, Eropa, dan Amerika Serikat (AS).
Direktur Pembinaan Program Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Julian Ambassadur Shiddiq mengatakan justru melihat kondisi tersebut sebagai salah satu tantangan sekaligus peluang dalam pengelolaan batu bara di Indonesia ke arah yang lebih strategis.
Sebab, produksi batu bara Indonesia memang akan lebih difokuskan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri terlebih dahulu, terutama terkait dengan ketahanan energi, yang permintaannya mengalami peningkatan dari sektor kelistrikan, industri smelter, serta bahan baku untuk hilirisasi batu bara.
"Sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara dan sesuai dengan visi misi Presiden [Prabowo Subianto], produksi batu bara Indonesia akan lebih difokuskan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri terlebih dahulu. Setelah kebutuhan domestik terpenuhi, kelebihan produksi akan dialokasikan untuk ekspor," ujar Julian kepada Bloomberg Technoz.
Pada 2024, kata Julian, Kementerian ESDM merencanakan produksi batu bara nasional sebesar 710 juta ton dan realisasi sampai akhir tahun ini diperkirakan mencapai 800 juta ton.
Untuk 2025, produksi batu bara Indonesia ditargetkan sebesar 740 juta ton, dengan porsi 240 juta ton untuk domestik dan 500 juta ton untuk ekspor.
Sementara itu, pada 2026, produksi batu bara diproyeksikan mengalami penurunan menjadi sebesar 728 juta ton, dengan porsi ekspor menurun menjadi 480 juta ton dan domestik meningkat menjadi 248 juta ton.
Dalam laporan Commodity Markets Outlook terbarunya, Bank Dunia melandasi proyeksi penurunan permintaan batu bara di China, Eropa, dan AS pada 2026 dengan faktor makin banyaknya pembangkit listrik dari energi terbarukan (EBT) dan gas alam untuk menggantikan pembangkit berbasis batu bara.
Bank Dunia menggarisbawahi peningkatan permintaan batu bara masih terjadi pada tahun ini, seiring dengan konsumsi yang cukup besar dari India serta China yang digadang-gadang mampu mengompensasi penurunan permintaan dari Eropa.
Namun, konsumsi batu bara global diperkirakan mulai menyusut pada 2025, di mana permintaan dari China menurun dan pertumbuhan permintaan India diproyeksikan melambat.
"Jika perkiraan ini terbukti akurat, konsumsi batu bara global akan mencapai puncaknya pada 2024, menandai tonggak penting dalam transisi energi global," tulis Bank Dunia dalam laporannya.
(dov/wdh)