Ia menambahkan bahwa imbas rendahnya kontribusi dalam rantai pasok global, menjadi alasan utama Indonesia belum menjadi pilihan utama Apple untuk investasi besar-besaran di sektor manufaktur dalam negeri.
“Artinya rendah sekali,” ucap Nailul, yang kemudian jika membandingkan dengan negara tetangga, Vietnam, Indonesia jauh tertinggal.
“Vietnam sudah memasok hingga 70%, paling banyak dari China, artinya ketika pabrik komponen Apple pindah dari China, mereka memilih negara dengan pemasok komponen dalam negeri terbanyak. Maka dari itu Indonesia nggak dipilih untuk ditanamkan investasi manufakturnya.”
Penjualan iPhone 16 masih dilarang, iPhone 14 & 15 diskonnya fantastis
Pemerintah memang tengah mendorong Apple memperdalam posisi Indonesia dalam rantai pasok globalnya, dengan mendorong lebih banyak investasi.
Salah caranya dengan belum menerbitkan sertifikat tingkat komponen dalam negeri (TKDN) pada perangkat Apple yang berdasarkan jadwal seharusnya telah dijual resmi di Indonesia, termasuk iPhone 16.
Tingkat komponen dalam negeri (TKDN) merupakan prasyarat sebuah perangkat asal luar negeri bisa beredar secara resmi di pasar dalam negeri, sebagaimana tertuang dalam regulasi Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) Nomor 29 Tahun 2017 tentang Ketentuan dan Tata Cara Perhitungan Nilai TKDN Produk Telepon Komputer Genggam, dan Komputer Tablet.
Sebelumnya Wijayanto Samirin, Ekonom Universitas Paramadina, menilai langkah pemerintah yang bersikeras masih memblokir iPhone 16 dijual di Indonesia bukanlah pendekatan ideal dalam membangun industrialisasi teknologi di tanah air.
“Kebijakan industrialisasi harus gradual, jangka panjang, dan komprehensif,” Wijayanto menjelaskan.
Menurut Wijayanto, Indonesia perlu mengambil pelajaran dari negara tetangga Vietnam dalam mendapatkan sejumlah investasi dari luar negeri. Vietnam mampu meyakinkan raksasa asal Korea Selatan, Samsung berinvestasi secara bertahap tanpa tambahan syarat TKDN.
Pada tahun 2008 Samsung memulai investasi US$670 juta (sekitar Rp10,6 triliun dengan asumsi kurs saat ini), lalu bertumbuh menjadi US$17,5 miliar (sekitar Rp278 triliun) posisi terkini.
(wep)