Bahlil menyebut, saat ini Kementerian ESDM tengah koordinasi dengan sejumlah pihak seperti lembaga keuangan ihwal PLTU yang akan dipensiunkan, seperti Cirebon-1.
Wacana untuk memensiunkan dini sejumlah PLTU sudah diniatkan oleh pemerintah, tetapi masih terkendala pembiayaan karena ongkos untuk mengubah energi fosil menjadi EBT sangat mahal.
“Jadi kita mau, tetapi jangan negara dibebankan, karena pasti energi baru terbarukan itu pasti harganya mahal. Itu sudah pasti mahal. Ini antara komitmen kita dengan dunia dan kondisi dalam negeri. Nah, karena itu bertahap. Kita akan dorong ke sana bertahap,” tutur Bahlil.
Saat ditanya PLTU selain PLTU Cirebon-1 yang akan dipensiunkan, Bahlil mengaku nantinya akan diumumkan pada waktunya. Dia pun menyebut akan menyusul Prabowo dalam lawatannya di Uni Emirat Arab (UEA).
“Nanti kita umumkan setelah kami exercise. Bapak Presiden Prabowo kan belum balik. Saya malam ini akan ikut berangkat ke Uni Emirat Arab untuk mendampingi Bapak Presiden. Nanti saya akan minta arahan lebih teknis,” tuturnya.
Pada sesi agenda bertema Sustainable Development and Energy Transition di KTT G20 Brasil awal pekan ini, Prabowo menyatakan janji untuk mengonversi seluruh PLTU berbasis batu bara di Indonesia ke EBT dalam 15 tahun ke depan.
Prabowo menegaskan visi Indonesia untuk mewujudkan emisi nol bersih sebelum 2050, termasuk dengan optimasi penggunaan biodiesel dan konversi PLTU ke EBT.
“Kami juga memiliki sumber daya panas bumi yang luar biasa, dan kami berencana untuk menghentikan pembangkit listrik tenaga batu bara dan semua pembangkit listrik tenaga fosil dalam 15 tahun ke depan. Kami berencana untuk membangun lebih dari 75 gigawatt tenaga terbarukan dalam 15 tahun ke depan,” tegasnya dikutip dari laman Sekretariat Presiden.
Janji Prabowo memadamkan seluruh PLTU di dalam negeri dalam 15 dihadapkan pada fakta bahwa, hingga saat ini, bauran energi primer dalam penyediaan tenaga listrik di dalam negeri justru makin didominasi oleh batu bara.
Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung memaparkan, sampai dengan Agustus 2024 saja, hegemoni batu bara dalam sistem ketenagalistrikan di Tanah Air menembus 67%.
Realisasi tersebut melampaui target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024 yang mematok penggunaan pembangkit batu bara sebesar 65,72% dalam bauran energi primer nasional.
"Dari realisasi, ternyata ketergantungan kita terhadap energi batu bara ini masih relatif tinggi dibandingkan dengan target. Masih sekitar 67%," kata Yuliot dalam kegiatan Electricity Connect 2024, Rabu (20/11/2024).
(mfd/wdh)