"Pastinya pengemplang pajak akan berasumsi setelah ini akan ada lagi Tax Amnesty. Ini moral hazard-nya besar sekali," tegas dia.
Dia menyarankan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Ditjen Pajak Kemenkeu) seharusnya mencocokkan data aset dari hasil Tax Amnesty sebelumnya, kemudian mengejar kepatuhan pajak, bukannya malah kembali menerapkan Tax Amnesty Jilid III.
"Saya gagal paham dengan logika pajak pemerintah. Toh, pengusaha kan sudah menikmati tarif pajak penghasilan (PPh) badan yang terus menurun. Tahun depan tarif PPh badan dari 22% turun ke 20%," kata Bhima.
Di sisi lain, kenaikan tarif PPN 12% akan menciptakan pelemahan daya beli kelas menengah ke bawah. Tak hanya itu, pelaku usaha juga terpukul dan bisa menyebabkan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal di sektor industri pengolahan dan ritel.
(lav)