Adapun jenis aset kripto dengan nilai transaksi terbesar di PFAK pada Oktober 2024 yaitu
Tether (USDT), Ethereum (ETH), Bitcoin (BTC), Pepe (PEPE), dan Solana (SOL).
Bappebti melanjutkan langkah perkuatan kolaborasi dengan Organisasi Regulator Mandiri (Self Regulatory Organization/SRO), asosiasi, dan para pemangku kepentingan terkait. Hal ini dilakukan untuk mengembangkan ekosistem dan tata kelola aset kripto.
Selain itu, upaya tersebut juga bertujuan untuk memperkuat regulasi dan meningkatkan literasi masyarakat.
"Penguatan literasi diharapkan menjadi langkah efektif dalam meningkatkan perlindungan kepada masyarakat, memberikan kepastian berusaha bagi pelaku industri, dan mengurangi aduan," ungkap Kasan.
Kepala Biro Pembinaan dan Pengembangan Perdagangan Berjangka Komoditi Tirta Karma Senjaya menambahkan, komitmen mewujudkan aset kripto yang berintegritas dan adaptif terus berjalan.
Menurutnya hal ini telah dibuktikan Bappebti dengan menerbitkan Peraturan Bappebti (Perba) Nomor 9 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Bappebti Nomor 8 Tahun 2021 tentang Pedoman Penyelenggaraan Perdagangan Pasar Fisik Aset Kripto (Crypto Asset) di Bursa Berjangka.
"Tidak hanya itu, Bappebti terus melakukan pembinaan kepada PFAK dan CPFAK," jelasnya.
PFAK adalah Pedagang Fisik Aset Kripto adalah lisensi yang diberikan kepada perusahaan yang ingin memperdagangkan aset kripto di Indonesia. Sementara, CPFAK, Calon Pedagang Fisik Aset Kripto adalah lisensi yang diberikan kepada perusahaan yang telah terdaftar di Bappebti, tetapi belum mendapatkan persetujuan penuh sebagai PFAK.
"Saat ini tujuh perusahaan sudah menjadi PFAK. Ketujuh PFAK tersebut yaitu PT Pintu Kemana Saja (Pintu), PT Bumi Santosa Cemerlang (Pluang), PT Aset Digital Berkat (Tokocrypto), PT Kagum Teknologi Indonesia (Ajaib), PT Tiga Inti Utama (Triv), PT Sentra Bitwewe Indonesia (Bitwewe), dan PT CTXG Indonesia Berkarya (Mobee). Selanjutnya, kita berharap perusahaan lain yang berstatus CPFAK dapat segera menjadi PFAK," pungkas dia.
(wep)