Lanskap global itu masih memberi ruang penguatan bagi rupiah forward yang ditutup naik nilainya 0,24%. Namun, pada pembukaan pasar Asia pagi ini, rupiah NDF-1M dibuka melemah lagi dan kini bergerak di Rp15.942/US$.
Level tersebut tidak terlalu jauh dari posisi penutupan rupiah spot kemarin di Rp15.925/US$, menyiratkan tekanan pelemahan rupiah hari ini mungkin cenderung terbatas.
Pagi ini, sentimen regional juga cenderung bearish di pasar valuta Asia. Mayorita mata uang dibuka melemah dipimpin oleh baht yang turun nilainya 0,35%, ringgit 0,22%, lalu won Korsel 0,19% juga yuan offshore dan dolar Singapura yang juga tergerus tipis 0,01%. Sedangkan yen Jepang masih melanjutkan penguatan pagi ini dengan kenaikan 0,21%.
Secara teknikal, bila rupiah kembali terbenam di Rp15.950/US$ yang menjadi level support terdekat. Lalu ada support berikut di Rp15.980/US$.
Apabila keduanya jebol, rupiah berpotensi melemah makin dalam ke level Rp16.000/US$ sampai dengan Rp16.040/US$ sebagai support terkuat.
Jika nilai rupiah terjadi penguatan hari ini, resistance menarik dicermati pada trendline garis merah di kisaran area Rp15.900-Rp15.870/US$.
Hari ini, Bank Indonesia akan menggelar lelang Sekuritas Rupiah (SRBI) rutin di mana bank sentral diperkirakan akan mengerek bunga diskonto lagi untuk menarik pemodal asing yang terpantau mulai kurang meminati instrumen tenor pendek tersebut.
Mengacu data statistik, penempatan asing di SRBI sudah melorot sedikitnya Rp4,39 triliun menjadi tinggal Rp250,18 triliun per 18 November. Proporsi kepemilikan asing di SRBI yang memberikan bunga tinggi itu juga anjlok tinggal 25,82% dari sebesar 27,23% pada bulan sebelumnya.
Pada saat yang sama, investor lokal semakin tinggi kepemilikannya di SRBI sebesar Rp38,34 triliun dalam sebulan terakhir atau naik 5,34% menjadi Rp718,64 triliun. Laju kepemilikan SRBI oleh lokal yang melampaui asing, akan memantik situasi crowding out lebih rumit. Para bankir sudah banyak mengeluhkan keketatan likuiditas akibat SRBI tersebut.
Defisit transaksi berjalan
Bank Indonesia kemarin melaporkan, Neraca Pembayaran Indonesia pada kuartal III-2024 membaik kinerjanya sehingga mendukung ketahanan eksternal RI. Neraca pembayaran RI mencatat surplus senilai US$5,9 miliar pada kuartal yang lalu, dari tadinya defisit US$600 juta pada kuartal II-2024.
Surplus Balance of Payment RI ditopang oleh surplus neraca transaksi modal dan finansial yang meningkat serta defisit neraca transaksi berjalan yang lebih rendah.
Pada kuartal III-2024, neraca transaksi berjalan mencatat defisit sebesar US$2,2 miliar, setara dengan 0,6% dari Produk Domestik Bruto. Angka defisit itu juga lebih rendah dibandingkan data kuartal II yang mencapai US$3,2 miliar atau 0,9% dari PDB.
BI memperkirakan, Neraca Pembayaran tahun ini akan tetap baik dengan defisit neraca transaksi berjalan terjaga dalam kisaran rendah sebesar 0,1% sampai dengan 0,9% dari PDB.
"Neraca transaksi modal dan finansial diprakirakan tetap mencatatkan surplus didukung oleh peningkatan investasi langsung maupun investasi portofolio sejalan dengan persepsi positif investor terhadap prospek perekonomian nasional dan imbal hasil investasi yang menarik," kata Ramdan Denny Prakoso, Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia.
Sentimen positif dari data transaksi berjalan yang berkurang defisitnya, nyatanya tidak mampu mengangkat rupiah spot kemarin. Rupiah tetap ditutup melemah, terburuk dibanding mata uang Asia lain ketika pergerakan yield Surat Utang Negara cenderung stabil.
Pelemahan indeks saham terutama yang melanda saham-saham perbankan menjadi sentimen negatif bagi rupiah. IHSG kemarin ditutup melemah 0,55%.
(rui)