“Indonesia terbuka untuk mengoptimalkan prospek 557 juta ton kredit karbon. Kita juga memiliki kapasitas penyimpanan karbon terbesar, dan kita tawarkan ini kepada dunia,” ujarnya.
Ambisi Prabowo memadamkan seluruh PLTU di dalam negeri dalam 15 dihadapkan pada fakta bahwa hingga saat ini, bauran energi primer dalam penyediaan tenaga listrik di dalam negeri justru makin didominasi oleh batu bara.
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yuliot Tanjung memaparkan, sampai dengan Agustus 2024 saja, hegemoni batu bara dalam sistem ketenagalistrikan di Tanah Air menembus 67%.
Realisasi tersebut melampaui target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024 yang mematok penggunaan pembangkit batu bara sebesar 65,72% dalam bauran energi primer nasional.
"Dari realisasi, ternyata ketergantungan kita terhadap energi batu bara ini masih relatif tinggi dibandingkan dengan target. Masih sekitar 67%," kata Yuliot dalam kegiatan Electricity Connect 2024, Rabu (20/11/2024).
Di sisi lain, realisasi bauran energi primer dari gas hingga Agustus mencapai 17% dari target APBN 17,72%; panas bumi 5% dari target 5,33%; air 7% dari target 6,88%; biomassa belum terealisasi dari target 1,02%; BBM (+BBN) 4% dari target 3,06%; dan energi baru terbarukan (EBT) lainnya 0% dari target 0,25%.
“Ya tentu dalam rangka bagaimana kita mengurangi emisi, khususnya emisi rumah kaca, kita mengharapkan ke depan untuk bauran energi ini bisa kita lakukan penyesuaian. Dengan demikian, mayoritas energi baru terbarukan itu bisa disediakan,” tutur Yuliot.
Yuliot juga memaparkan masih banyak ruang pemanfaatan yang bisa dilakukan untuk mendorong potensi pemanfaatan EBT di Indonesia.
Misalnya, dengan memanfaatkan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) yang memiliki potensi sebesar 3.294 gigawatt (GW), tetapi yang baru termanfaatkan sekitar 675 megawatt (MW).
Kemudian untuk hidro atau, Indonesia memiliki potensi sekitar 95 GW, sedangkan yang termanfaatkan baru sekitar 6,6 GW. Lalu, untuk bioenergi, potensinya sekitar 57 GW, sementara pemanfaatannya baru sekitar 3,4 GW.
Untuk angin, Indonesia memiliki potensi sekitar 155 GW dan baru termanfaatkan sekitar 152 GW. Adapun, potensi dari pembangkit laut sebanyak 63 GW belum termanfaatkan. Panas bumi memiliki potensi 23 GW dan pemanfaatannya baru sekitar 2,5 GW.
Khusus gasifikasi batu bara, kata Yuliot, sektor ini merupakan potensi yang belum dimanfaatkan dengan jumlah tak tercatat. Di dalam pelaksanaanya, Indonesia baru memanfaatkan gasifikasi batu bara sebesar 250 MW.
"Jadi ini potensinya range-nya cukup besar. Tentu ini merupakan bagian yang bisa kita konsolidasikan. Bagaimana antara potensi dengan pemanfaatan itu bisa gap-nya tidak terlalu jauh," ucap Yuliot.
"Dengan demikian, akan terjadi efisiensi dan juga bagaimana kita melihat sebagai komitmen kita untuk mengurangi emisi terutama net zero emission pada 2060.”
Untuk diketahui, pemerintah menargetkan dapat menambah listrik atau elektrifikasi sebanyak 100 GW dalam 15 tahun ke depan dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL). Sebanyak 75% dari 100 GW energi listrik tersebut ditargetkan berasal dari energi bersih.
(wdh)