Ambles dalamnya IHSG yang begitu dalam merupakan efek secara langsung dari turunnya sejumlah saham Big Caps, terutama saham-saham bank besar, saham BBCA, BBRI, BMRI, dan juga BBNI.
Berikut diantaranya berdasarkan data Bloomberg, Kamis (21/11/2024).
- Bank Central Asia (BBCA) menekan 14,64 poin
- Bank Rakyat Indonesia (BBRI) menekan 10,43 poin
- Barito Renewables Energy (BREN) menekan 7,49 poin
- Bank Mandiri (BMRI) menekan 6,60 poin
- Astra International (ASII) menekan 4,79 poin
- Bank Negara Indonesia (BBNI) menekan 4,57 poin
- Amman Mineral Internasional (AMMN) menekan 4,08 poin
- Barito Pacific (BRPT) menekan 2,51 poin
- Indofood Sukses Makmur (INDF) menekan 1,81 poin
- MNC Digital Entertainment (MSIN) menekan 1,58 poin
Adapun saham-saham konsumen primer lain juga jadi pendorong pelemahan IHSG, saham PT Matahari Putra Prima Tbk (MPPA) drop 6,17% dan saham PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) juga terjebak di zona merah dengan ambles 3,60%.
Disusul oleh pelemahan saham keuangan, saham PT Asuransi Bintang Tbk (ASBI) yang terjun bebas 9,01%, saham PT Asuransi Jiwa Syariah Jasa Mitra Abadi Tbk (JMAS) anjlok 8,98%, dan saham PT Bank J Trust Indonesia Tbk (BCIC) yang ambles 6,15%.
Saham-saham perbankan lainnya turut menjadi pemberat IHSG, saham PT Bank Maspion Tbk (BMAS) drop 4,76%, saham PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) melemah 2,89%, dan saham PT Bank Nationalnobu Tbk (NOBU) juga terjebak di zona merah dengan drop 2,28%.
Investor Jual 4 Saham Bank Besar Usai BI Rate Ditahan di 6%
Harga saham empat bank besar kompak melemah seiring dengan hasil Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia edisi November 2024, yang memutuskan untuk tetap mempertahankan suku bunga acuan BI Rate di 6%.
Seperti diketahui, BI mengumumkan hasil Rapat Dewan Gubernur periode November. Gubernur Perry Warjiyo dan sejawat memutuskan untuk mempertahankan BI Rate di level 6%.
Mengenai arah atau posisi kebijakan moneter ke depan, lanjut Perry, Gubernur BI, fokusnya adalah stabilitas.
Adapun peluang pemangkasan BI Rate rasanya semakin sempit bahkan bukan tidak mungkin dalam 12 bulan ke depan ada potensi kenaikan suku bunga acuan lagi, menurut Ekonom Bloomberg Economics Tamara Henderson. Terutama bila dolar AS semakin perkasa dan tingginya imbal hasil di AS menguras likuiditas dari pasar-pasar emerging market.
Bank Indonesia memutuskan menunda pemangkasan BI Rate membuat selisih antara suku bunga BI dengan suku bunga The Fed dalam 3 tahun mendekati rata-rata yaitu 121 bps.
“Pada November 2024 selisih suku bunga masih diatas dari rata-rata yaitu di 125 bps. Namun selisih antara suku bunga BI dan The Fed yang semakin mengecil mengakibatkan investor mulai mencari imbal hasil yang lebih menarik di luar Indonesia,” mengutip riset Phintraco Sekuritas.
Perry Warjiyo, dalam jumpa pers kepada media usai RDG di kantornya, Jakarta, Rabu kemarin menyebut, fokus kebijakan moneter diarahkan untuk memperkuat stabilitas nilai tukar Rupiah dari dampak makin tingginya ketidakpastian geopolitik dan perekonomian global dengan perkembangan politik di Amerika Serikat. Fokusnya tetap menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah.
Akan tetapi, tambah Perry, bukan berarti BI tidak memikirkan soal pertumbuhan ekonomi. Meski bukan melalui kebijakan moneter, upaya mendorong pertumbuhan ekonomi dilakukan melalui kebijakan makroprudensial.
Ke depan, BI terus akan memperhatikan pergerakan nilai tukar Rupiah dan prospek inflasi serta perkembangan data dan dinamika kondisi yang berkembang dalam mencermati ruang penurunan suku bunga lebih lanjut.
(fad)