“Ada komunikasi yang sedang berlangsung dengan beberapa negara dan mediator untuk menghidupkan kembali negosiasi ini. Kami siap melanjutkan upaya tersebut, tetapi yang lebih penting adalah melihat kemauan nyata dari pihak pendudukan untuk menghentikan agresi,” kata Hayya.
“Kenyataannya menunjukkan bahwa Netanyahu yang menghambat proses ini,” tambahnya.
Netanyahu, dalam kunjungannya ke Gaza pada Selasa (19/11/2024), menyatakan bahwa Hamas tidak akan lagi menguasai wilayah tersebut setelah perang berakhir, dan Israel telah menghancurkan kemampuan militer kelompok tersebut. Netanyahu juga menegaskan bahwa Israel belum menyerah dalam upaya menemukan 101 sandera yang masih diyakini berada di Gaza dan menawarkan hadiah US$5 juta untuk pengembalian setiap sandera.
Hamas menginginkan kesepakatan yang mengakhiri perang, membebaskan sandera Israel dan asing yang ditahan di Gaza, serta tahanan Palestina yang dipenjara oleh Israel. Sementara itu, Netanyahu menegaskan bahwa perang hanya akan berakhir jika Hamas benar-benar diberantas.
Qatar, mediator utama gencatan senjata bersama Mesir, menyatakan telah memberi tahu Hamas dan Israel bahwa mereka akan menghentikan upaya mediasi jika kedua pihak yang bertikai tidak menunjukkan “kemauan dan keseriusan” untuk mencapai kesepakatan. Al-Ansari menyebutkan bahwa kantor Hamas dibentuk untuk memfasilitasi upaya mediasi guna mengakhiri perang di Gaza.
Hayya menambahkan bahwa Hamas menyambut proposal Mesir agar mereka membentuk komite administratif bersama dengan Fatah, kelompok rival yang dipimpin Presiden Mahmoud Abbas, untuk mengelola Gaza. Namun, kesepakatan final belum tercapai. Israel menolak peran apa pun bagi Hamas dalam pemerintahan Gaza pasca-perang dan juga tidak mempercayai Otoritas Palestina pimpinan Abbas untuk mengambil alih kendali wilayah tersebut.
(del)