Namun secara umum, lanjut Margo, konsumsi rumah tangga tumbuh positif. Pada 2022, konsumsi rumah tangga sudah tumbuh mendekati posisi sebelum pandemi.
"Kalau kita lihat pergerakan data konsumsi rumah tangga, pertumbuhan hampir mendekati level sebelum pandemi. Bisa digambarkan bahwa pendapatan masyarakat mulai kembali sebelum pandemi Covid-19," tutur Margo.
Pada lebaran, tambah Margo, pendapatan masyarakat juga meningkat karena pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) dan bonus. Peningkatan pendapatan ini akan meningkatkan daya beli.
Inflasi yang rendah, menurut Margo, lebih disebabkan oleh pasokan yang memadai, terutama komoditas pangan. "Permintaan meningkat, tetapi ketersediaan cukup sehingga bisa menekan inflasi secara umum karena suplai yang melimpah. Adanya inflasi juga menunjukkan permintan masyarakat di lebaran ini lebih besar dibanding tahun lalu," tegasnya.
Faktor Panen
Faisal Rachman, Ekonom PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI), menilai inflasi yang terkendali disebabkan pasokan komoditas pangan yang memadai. Permintaan memang meningkat, tetapi bisa diimbangi oleh penambahan pasokan karena panen.
"Inflasi pangan relatif rendah meski ada lebaran. Ini karena lebaran bertepatan dengan puncak panen, sehingga pasokan mencukupi. Oleh karena itu, kenaikan harga pangan menjadi terbatas," tulis Faisal dalam laporannya.
Kelompok pengeluaran makanan, minuman, dan tembakau mengalami inflasi 0,34% pada April 2023. Sedikit lebih rendah ketimbang bulan sebelumnya yang 0,35% mtm.
"Pasokan komoditas hortikultura relatif terjaga. Bahkan cabai merah dan cabai rawit mengalami deflasi, sehingga meredam inflasi April 2023," tambah Faisal.
Lebaran adalah puncak permintaan masyarakat di Indonesia. Jika lebaran sudah lewat, maka praktis tidak ada lagi momentum yang signifikan mendorong inflasi.
Oleh karena itu, Faisal menilai inflasi sepanjang 2023 akan terkendali. Bahkan inflasi umum bisa mencapai kisaran target Bank Indonesia (BI) yaitu 2-4% pada akhir semester I-2023, dengan syarat inflasi impor (imported inflation) dan barang yang diatur pemerintah (administered prices) tetap terjaga.
"Kami memperkirakan dampak kenaikan harga BBM bersubsidi yang dilakukan pada September 2022 akan hilang sepenuhnya pada paruh kedua 2023, sehingga menjaga inflasi inti. Jadi, kami mempertahankan proyeksi inflasi pada akhir 2023 di 3,6%," sebut Faisal.
(aji)