Menurut Julian, estimasi penurunan porsi ekspor ini disebabkan oleh tren global yang bergerak menuju penggunaan energi baru terbarukan (EBT), kebijakan internasional seperti Paris Agreement, serta meningkatnya produksi batu bara di negara konsumen utama seperti China dan India.
Julian menyebut tingkat produksi batu bara nasional pada 2025—2026 telah mempertimbangkan realisasi produksi dan penjualan tahun-tahun sebelumnya, kapasitas produksi perusahaan produsen, analisis kebutuhan dalam negeri, potensi pasar ekspor pada 2025—202, serta ketersediaan cadangan batu bara nasional.
Meskipun batu bara tetap menjadi andalan dalam jangka pendek, kata Julian, pemerintah dan pemangku kepentingan sektor energi nasional juga mempersiapkan diri menghadapi transisi energi global.
Langkah-langkah seperti efisiensi operasional, diversifikasi energi, dan integrasi EBT—termasuk tenaga nuklir — ke dalam bauran energi primer nasional sedang dipercepat untuk memastikan keberlanjutan sektor energi Indonesia pada masa depan.
Selain itu, pemerintah juga terus berupaya untuk mengontrol produksi dan penjualan ekspor batu bara guna menjaga stabilitas pasar dan memberikan sentimen positif terhadap harga.
Dengan pengaturan kuota produksi yang tepat, kata Julian, harga batu bara dapat bertahan pada level kompetitif dan cukup stabil, meskipun tidak diproyeksikan untuk kembali ke level tertinggi yaitu di level US$200/ton.
Harga batu bara naik pada perdagangan kemarin. Pada Rabu (20/11/2024), harga batu bara di pasar ICE Newcastle untuk kontrak pengiriman bulan ini ditutup di US$141,5/ton, naik 0,18% dari hari sebelumnya.
Dalam sepekan terakhir, harga batu bara stagnan, tidak ada perubahan secara point to point. Selama sebulan ke belakang, harga masih turun 2,82%.
(dov/wdh)