Namun, dalam konteks mekanisme perubahan aturan melalui PP sebelum RAPBN, dia khawatir fase ini sebenarnya sudah terlewatkan. Pasalnya, siklus penyusunan APBN sudah dimulai dari Mei sampai Juni. Kemudian, pembahasan dari rancangan APBN antara pemerintah dan DPR dilakukan sejak Agustus hingga Oktober. Jadi secara siklus sebenarnya tahapan dari pelaksanaan penyampaian rancangan itu sudah lewat karena maksimal menurut UU itu ditetapkan pada Oktober.
"Sekarang tahapannya tinggal menunggu Peraturan Presiden (Perpres) atau Peraturan Pemerintah (PP) yang merupakan turunan dari UU tersebut, sehingga ada penyesuaian dilakukan di tataran teknis," papar Yusuf.
Di luar itu, lanjut dia, pemerintah sebenarnya bisa menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) yang berlaku dalam konteks periode waktu tertentu di mana UU disesuaikan kembali sesuai dengan konteks yang diinginkan.
Misalnya ketika pandemi kemarin ada Perppu yang mengganti UU Keuangan Negara dalam periode waktu 2 tahun di mana defisit anggaran dibolehkan melebihi 3% terhadap PDB.
"Saya kira dalam konteks yang mirip, Perppu ini bisa dikeluarkan untuk menindaklanjuti apabila kebijakan tarif PPN 12% dinilai akan memberatkan. Jadi dalam periode waktu tertentu ditunda sampai periode yang disepakati," tutur dia.
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Dolfie OFP mengatakan DPR masih menunggu itikad baik pemerintahan Presiden Prabowo Subianto untuk mengajukan pembatalan atau penundaan kebijakan kenaikan tarif PPN menjadi 12% yang akan mulai berlaku pada 2025.
"Saat ini kami masih menunggu pengajuan dari pemerintah apabila akan menurunkan tarif [PPN]," ujar Dolfie.
Dia mengonfirmasi pemerintah bisa mengusulkan perubahan aturan terkait kenaikan tarif PPN tersebut kepada DPR RI. Kemudian, setelah wakil rakyat menyetujui perubahan kebijakan tersebut, maka hasil kesepakatan kedua pihak itu harus disahkan melalui penerbitan PP oleh pemerintah.
“Usulan pemerintah, disetujui DPR, pengaturan lebih lanjut oleh pemerintah. Betul [melalui PP],” ujar Dolfie kepada Bloomberg Technoz, Selasa (19/11/2024).
Dia menjelaskan, saat pembahasan RAPBN 2025 pada September lalu — sebelum pelantikan presiden, Komisi XI sudah menanyakan kepada pemerintah terkait sikap mereka terhadap kebijakan PPN 12%. Saat itu, pemerintah yang masih di bawah kepemimpinan Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) menyatakan akan menunggu arahan dari pemerintahan baru yang dipimpin Presiden Prabowo Subianto.
Maka itu, lanjut Dolfie, pihaknya saat ini memberi ruang kepada pemerintahan baru untuk menurunkan tarif. Dia bahkan mengaku sedang menunggu komitmen pemerintah untuk menyampaikan peta jalan atau roadmap kenaikan rasio pajak, sehingga mendapatkan rencana awal yang lebih utuh dan komprehensif.
"Diharapkan dalam roadmap tersebut akan jelas skenario tarif pajak dan ekstensifikasinya," kata Dolfie.
(lav)