Logo Bloomberg Technoz

Minat Asing ke SRBI Memudar, BI Perlu Pikirkan Jurus Lain

Ruisa Khoiriyah
21 November 2024 08:40

Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo saat konfresin pers RDG. (Bloomberg Technoz/Azura)
Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo saat konfresin pers RDG. (Bloomberg Technoz/Azura)

Bloomberg Technoz, Jakarta - Nada hawkish Bank Indonesia yang dilontarkan semakin jelas dalam keputusan Rapat Dewan Gubernur bulan ini, dinilai bukan hanya sekadar karena perubahan yang terjadi cepat di Amerika Serikat pasca hasil Pilpres lalu memenangkan Donald Trump sebagai Presiden ke-47.

Keterpilihan lagi Trump yang membawa sejumlah rencana kebijakan bersifat domestic-oriented, memang memantik lagi risiko reinflasi di negeri terbesar itu. Begitu juga rencana belanja besar pemerintahan baru AS nanti melahirkan potensi kenaikan defisit yang bisa mengerek tingkat imbal hasil Treasury, surat utang AS, makin tinggi.

Lebih dari itu, BI terdesak untuk memberikan pesan pada pelaku pasar bahwa saat ini dan ke depan, mereka akan melakukan segala upaya untuk memastikan stabilitas rupiah bisa terjaga.

Termasuk di antaranya menggelontorkan intervensi langsung ke pasar valas serta surat utang, juga mengoptimalkan operasi moneter memakai berbagai instrumen yang ada saat ini. Pesan itu menjadi hal penting supaya para pemodal, terutama asing, tetap bisa diyakinkan untuk menahan dana di Indonesia. 

Pasalnya, ada indikasi asing semakin tidak meminati penempatan di instrumen andalan BI dalam menjaga rupiah belakangan ini, yaitu Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI). Mengacu data statistik, penempatan asing di SRBI sudah melorot sedikitnya Rp4,39 triliun menjadi tinggal Rp250,18 triliun per 18 November. Proporsi kepemilikan asing di SRBI yang memberikan bunga tinggi itu juga anjlok tinggal 25,82% dari sebesar 27,23% pada bulan sebelumnya.