Hingga akhir Oktober 2024, BI telah menyalurkan insentif KLM sebesar Rp259 triliun kepada kelompok bank BUMN sebesar Rp120,9 triliun, bank umum swasta nasional sebesar Rp110,9 triliun, Bank Perkreditan Daerah (BPD) sebesar Rp24,7 triliun, dan kantor cabang bank asing sebesar Rp2,6 triliun.
Insentif KLM tersebut disalurkan kepada sektor-sektor prioritas, yaitu sektor hilirisasi mineral dan batu bara dan pangan, sektor otomotif, perdagangan dan listrik, gas dan air, sektor pariwisata dan ekonomi kreatif, serta usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).
Menyitir sosial media X, dulunya Twitter, warganet menilai frugal living sebagai upaya untuk melakukan boikot kepada pemerintah.
"Boikot pemerintah jalur frugal living struktural. Cermat dengan pengeluaran, beli di warung tetangga atau pasar dekat rumah, buat daftar barang-barang berpajak yang bisa dicari alternatifnya, minimalkan konsumsi," tulis akun @uswahabibah dalam akun X, dikutip Rabu (20/11/2024).
Dalam perkembangan lain, seorang warganet mengajak masyarakat untuk menahan pembelian handphone, motor dan mobil baru setidaknya selama satu tahun.
"Jangan lupa pakai semua subsidi, tidak usah gengsi dibilang miskin, itu dari duit kita juga kok. Kapan lagi boikot pemerintah sendiri," tulis @malesbangunaja dalam akun X.
Sekadar catatan, kenaikan PPN menjadi 12% memang menjadi salah satu tambahan beban yang bakal dialami masyarakat pada 2025 mendatang.
Rencana yang termaktub dalam Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 soal Harmonisasi Peraturan Perpajakan atau UU HPP itu juga menimbulkan ragam kritik karena bakal diterapkan di tengah daya beli yang lesu dan penurunan kelas menengah.
Sekadar catatan, tingkat keyakinan konsumen di Indonesia pada Oktober terpuruk ke level terendah dalam dua tahun, akibat kondisi ekonomi saat ini dinilai sebagai yang terburuk sejak September 2022 silam, tertekan penurunan penghasilan dan keterbatasan lapangan kerja. Hasil Survei Konsumen bulan Oktober, mempertegas wajah kelesuan perekonomian RI yang hanya tumbuh 4,95% pada kuartal III-2024.
Selain itu, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan jumlah kelas menengah turun ke 47,85 juta penduduk (17,13%) pada 2024 dari 57,33 juta penduduk (21,45%) pada 2019.
Perlu diketahui, konsumsi rumah tangga selama ini merupakan penopang dari pertumbuhan ekonomi Indonesia, seperti disampaikan oleh BPS. Sebab, kontributor pertumbuhan ekonomi pada kuartal II-2024 salah satunya adalah konsumsi rumah tangga.
Namun, konsumsi rumah tangga pada kuartal III-2024 melambat dengan mencatat kontraksi secara kuartalan sebesar -0,48% quarter-to-quarter. Angka itu turun jauh dibandingkan kuartal II lalu yang masih tumbuh 3,12% qtq.
Kinerja pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III-2024 juga melambat ke level terendah dalam setahun terakhir, yakni hanya tumbuh 4,95%. Angka itu di bawah ekspektasi pasar yang memperkirakan masih akan tercapai pertumbuhan sebesar 5%.
(dov/lav)