Logo Bloomberg Technoz

Makin Murah

Di sisi lain, Darmawan mengeklaim harga listrik EBT sudah makin murah. Hal ini tidak lepas dari keberadaan baterai penyimpanan energi atau battery energy storage system (BESS).

“Harga energi baru terbarukan makin murah. Dari 25 sen kita lelang menjadi 10 sen, kita lelang menjadi 7 sen, kita lelang hanya menjadi 5 sen. Hari ini sudah bisa di bawah 5 sen," sebut dia.

Murahnya harga listrik EBT ini, klaim Darmawan, menjadi modal PLN untuk mewujudkan target Prabowo membangun pembangkit listrik baru sebesar 100 GW mulai 2040.

Di sisi lain, dia juga menjelaskan harga BESS juga kian murah saat ini. Kondisi tersebut dinilai dapat mendukung pengembangan EBT.

“Dahulu harga battery energy storage system itu per kWh-nya lebih dari 20 sen, turun menjadi 13 sen, turun menjadi 9 sen. Hari ini alhamdulillah lagi [harga] BESS sudah menjadi jauh lebih murah lagi, menjadi kompetitif,” ujarnya.

Untuk diketahui, Indonesia berencana menawarkan peluang kepada investor internasional untuk membangun 75 GW pembangkit listrik EBT di negara ini dalam 15 tahun ke depan.

Dengan bidikan elektrifikasi itu, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menilai negara ini membutuhkan investasi sebesar US$100 miliar atau sekitar Rp1,58 kuadriliun.

“Ini bisa mimpi kalau power wheeling tidak ada. Energi terbarukan ini ada yang kecil-kecil; cuma 1 megawatt, 3 megawatt. Kalau disuruh bangun transmisi sendiri enggak bakal bisa. Dia harusnya tinggal tapping dan toll fee, selesai,” kata Wakil Ketua Umum Koordinator Bidang Investasi, Hilirisasi dan Lingkungan Hidup Kadin Indonesia, Bobby Gafur Umar, Senin (18/11/2024).

“Akan tetapi, rezim ini untuk mengontrol harga itu tidak bisa dilepaskan.”

Bobby menyebut Indonesia tidak mungkin mengandalkan hanya pemerintah ataupun PLN karena target 100 GW itu tidak akan tercapai. Dengan demikian, Indonesia harus menciptakan ekosistem energi, khususnya energi terbarukan, yang bisa dilakukan dan mudah mengakses perbankan.

Menurut dia, jika hanya mengandalkan pemerintah, target itu tidak akan terwujud karena di berbagai negara lain pemerintah hanya mampu berinvestasi maksimal 20%. Seharusnya, pihak swasta dapat ikut serta dalam target 100 GW tersebut.

“Jadi jangan sampai pakai batu bara yang subsidi. Biomassa potensinya 53 GW, tetapi harganya diacukan dengan batu bara subsidi, ini tidak akan pernah ketemu,” ujarnya.

Bobby berpendapat Kementerian Investasi dan Hilirisasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) juga harus bisa menghitung dampak lingkungan tersebut. Toh, Menteri Keuangan Sri Mulyani, kata dia, memiliki perhatian khusus terhadap subsidi energi terbarukan selama bisa dijustifikasi.

“Kalau [Kepala BKPM] Pak Rosan [Perkasa Roeslani] bisa mengawinkan ini, rasanya 75 GW energi terbarukan 15 tahun ke depan bisa terbangun. Kalau enggak, lupakan,” imbuhnya.

(mfd/wdh)

No more pages