Nadia mengatakan memang terjadi peningkatan yang cukup signifikan pasien PPOK pada tahun 2023. Begitu juga pasien yang rujuk diagnosa untuk rujuk baliknya dari rumah sakit diobati karena mungkin sudah masuk dalam tahap kondisi darurat penyakit PPOK.
"Sesak mengganggu fungsi yang lainnya tapi setelah stabil normal dikembalikan ke program. Masuk ke dalam program rujuk balik itu ada sekitar 3,5 juta di tahun 2023 ini meningkat dibandingkan 2022. Rujuk balik yang tidak termasuk dalam program rujuk balik dari FKRTL atau Fasilitas Sehat dan Tiket Layanan Lanjutan. Itu kalau kita lihat juga terjadi peningkatan. Di tahun 2022 lebih dari 312 ribu pasien menjadi lebih dari 334 ribu pasien di 2023. Jadi kalau kita perhatikan sebenarnya jumlah kasus itu terjadi peningkatan," jelas Nadia.
Hanya saja, kata Nadia pasien PPOK yang melakukan rujuk balik dengan diagnosa program rujuk balik terjadi penurunan. Artinya banyak masyarakat tidak masuk ke dalam program rujuk balik yang sudah disiapkan oleh BPJS.
"Jadi banyak sebenarnya masyarakat yang mungkin sudah berobat ke rumah sakit sudah stabil tapi perlu pengobatan lanjut dan dipuskesmas, ternyata mereka tidak termonitor dalam program PRB ini Ini kembali lagi dari data BPJS di 2024. Bahwa PRB yang masuk dalam program rujuk balik karena program rujuk balik ini kan untuk peserta BPJS yang cukup komprehensif dan tentunya akan sangat membantu pasien PPOK," urainya.
"Karena kalau pasien PPOK itu tidak ditangani terus menerus, tidak diobati terus menerus maka gejalanya akan terasa makin berat dan makin tidak menyenangkan untuk pasiennya Sehingga produktivitas kemudian kualitas itu juga akan cenderung menurun,"tambahnya.
Nadia mengatakan penyakit PPOK sendiri di Indonesia menjadi penyebab kematian sebanyak 60% kasus. Meski prevelansinya kata dia mungkin terkecil dibandingkan hipertensi stroke dan diabetes. Tapi penyakit ini sangat mengganggu.
"Sehingga sangat perlu berkontribusi terhadap disabilitas dan kematian dari pemerintah-pemerintah," katanya.
Menyoal faktor terjadinya PPOK ada dua faktor utama yakni, faktor perilaku dan faktor pekerjaan. Faktor pekerjaan bagaimana upaya pencegahan terutama penerapan kesehatan kerja menjadi penting untuk mencegah supaya pekerja nanti di kemudian hari, di saat lansia atau dalam 10-20 tahun kemudian tidak terkena PPOK ini.
"Di sisi lain, faktor perilaku terutama misalnya merokok, polutan itu juga menjadi faktor daripada penyebab PPOK karena ketepaparaan terhadap zat-zat," katanya.
Sementara itu, pasien PPOK paling banyak mendera laki-laki dan baik untuk PPOK maupun untuk asma. "Ini kalau kita lihat mengapa laki-laki dikarenakan tadi faktor risiko dari kebiasaan merokok yang masih tinggi yang menjadi penyebab utama daripada PPOK," tandasnya.
(dec/spt)