"Proses penurunan inflasi akan berjalan lambat, sehingga penurunan suku bunga Federal Funds Rate di AS juga akan lebih terbatas," lanjut Perry.
Sementara kebijakan fiskal yang ekspansif akan membuat pemerintah AS membutuhkan lebih banyak pembiayaan. Akibatnya, penerbitan obligasi akan meningkat sehingga ikut mengerek imbal hasil (yield).
Peningkatan yield obligasi pemerintah kemudian ikut membuat nilai tukar dolar AS menguat. Hasilnya, tekanan terhadap mata uang negara-negara lain akan meningkat, termasuk rupiah.
"Penguatan respons kebijakan diperlukan untuk memperkuat ketahanan eksternal terhadap risiko di negara-negara emerging market, termasuk Indonesia," tegas Perry.
(aji)
No more pages