“Ya tentu dalam rangka bagaimana kita mengurangi emisi, khususnya emisi rumah kaca, kita mengharapkan ke depan untuk bauran energi ini bisa kita lakukan penyesuaian. Dengan demikian, mayoritas energi baru terbarukan itu bisa disediakan,” tutur Yuliot.
Yuliot juga memaparkan masih banyak ruang pemanfaatan yang bisa dilakukan untuk mendorong potensi pemanfaatan EBT di Indonesia.
Misalnya, dengan memanfaatkan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) yang memiliki potensi sebesar 3.294 gigawatt (GW), tetapi yang baru termanfaatkan sekitar 675 megawatt (MW).
Kemudian untuk hidro atau, Indonesia memiliki potensi sekitar 95 GW, sedangkan yang termanfaatkan baru sekitar 6,6 GW. Lalu, untuk bioenergi, potensinya sekitar 57 GW, sementara pemanfaatannya baru sekitar 3,4 GW.
Untuk angin, Indonesia memiliki potensi sekitar 155 GW dan baru termanfaatkan sekitar 152 GW. Adapun, potensi dari pembangkit laut sebanyak 63 GW belum termanfaatkan. Panas bumi memiliki potensi 23 GW dan pemanfaatannya baru sekitar 2,5 GW.
Khusus gasifikasi batu bara, kata Yuliot, sektor ini merupakan potensi yang belum dimanfaatkan dengan jumlah tak tercatat. Di dalam pelaksanaanya, Indonesia baru memanfaatkan gasifikasi batu bara sebesar 250 MW.
"Jadi ini potensinya range-nya cukup besar. Tentu ini merupakan bagian yang bisa kita konsolidasikan. Bagaimana antara potensi dengan pemanfaatan itu bisa gap-nya tidak terlalu jauh," ucap Yuliot.
"Dengan demikian, akan terjadi efisiensi dan juga bagaimana kita melihat sebagai komitmen kita untuk mengurangi emisi terutama net zero emission pada 2060.”
Untuk diketahui, pemerintah menargetkan dapat menambah listrik atau elektrifikasi sebanyak 100 GW dalam 15 tahun ke depan dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL). Sebanyak 75% dari 100 GW energi listrik tersebut ditargetkan berasal dari energi bersih.
Dengan bidikan elektrifikasi itu, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menilai negara ini membutuhkan investasi sebesar US$100 miliar atau sekitar Rp1,58 kuadriliun.
“Ini bisa mimpi kalau power wheeling tidak ada. Energi terbarukan ini ada yang kecil-kecil; cuma 1 megawatt, 3 megawatt. Kalau disuruh bangun transmisi sendiri enggak bakal bisa. Dia harusnya tinggal tapping dan toll fee, selesai,” kata Wakil Ketua Umum Koordinator Bidang Investasi, Hilirisasi dan Lingkungan Hidup Kadin Indonesia, Bobby Gafur Umar, awal pekan ini.
Bobby menyebut Indonesia tidak mungkin hanya mengandalkan pemerintah ataupun PLN karena target 100 GW itu tidak akan tercapai. Dengan demikian, Indonesia harus menciptakan ekosistem energi, khususnya energi terbarukan, yang bisa dilakukan dan mudah mengakses perbankan.
(wdh)