Bloomberg Technoz, Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) meminta Kementerian Perdagangan (Kemendag) membuat langkah pencegahan kenaikan harga barang, sejalan dengan rencana tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% pada awal 2025.
Anggota Komisi VI DPR Fraksi PDIP Darmadi Durianto mengatakan, kenaikan tersebut juga diprediksi akan berefek pada penurunan konsumsi rumah tangga, yang turun berefek pada masyarakat miskin.
"Saya tahu ini bukan sepenuhnya tupoksi dari Kementerian Perdagangan, tapi saya minta apa langkah bapak untuk mengurangi efek dari kenaikan PPN ini," ujar Darmadi dalam rapat dengar pendapat, Rabu (20/11/2024).
Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) UI sebelumnya menilai bahwa kenaikan tarif PPN menjadi 12% berisiko memperburuk tekanan inflasi dan pada akhirnya menekan pengeluaran serta daya beli kelas bawah.
Ekonom LPEM FEB UI Teuku Riefky menjelaskan, meskipun masyarakat berpenghasilan rendah membelanjakan sebagian kecil dari pendapatan mereka untuk barang dan jasa yang dikenai PPN, pengalaman terbaru di Indonesia menunjukkan bahwa kenaikan biaya hidup akan sangat membebani rumah tangga.
Dalam risetnya, Riefky menjelaskan bahwa rumah tangga kaya atau 20% terkayaa menanggung 5,10% dari pengeluaran untuk tarif PPN 10% pada periode 2020-2021. Sementara rumah tangga miskin atau 20% masyarakat termiskin menanggung 4,15% dari pengeluarannya.
Setelah kenaikan tarif PPN 11% di 2022-2023, rumah tangga kaya memikul 5,64% dari pengeluaran untuk PPN. Sedangkan rumah tangga miskin hanya 4,79% dari pengeluarannya.
Meskipun proporsi PPN yang ditanggung rumah tangga kaya lebih besar, namun kenaikan tarif PPN menjadi 11% memberi beban lebih berat bagi rumah tangga miskin karena poin persentase kenaikan yang lebih tinggi.
Apabila dibandingkan pada periode 2022-2023 dengan periode 2020-2021 maka rumah tangga miskin atau 20% kelompok terbawah mengalami peningkatan porsi pengeluaran untuk PPN sebesar 0,71%. Sementara rumah tangga kaya hanya 0,55%.
Fenomena tersebut juga terlihat pada perhitungan berdasarkan kelas pendapatan, Riefky menjelaskan bahwa dalam kurun waktu 2020-2023 kelompok termiskin mengalami peningkatan poin persentase pengeluaran PPN sebesar 0,84 poin persentase.
Selanjutnya, kelompok rentan 0,87 poin persentase. Sementara kelompok menengah tercatat mengalami kenaikan lebih rendah yakni 0,61 poin persentase. Serupa, kelompok terkaya juga hanya naik 0,61 poin persentase.
“Skenario ini dapat memperburuk tingkat kemiskinan dan memperlebar kesenjangan sosial, mendorong lebih banyak orang ke bawah garis kemiskinan dan semakin membebani kelompok-kelompok rentan,” tegas Riefky.
(ain)