Tekanan di pasar surat utang RI terjadi di kala pasar Treasury, surat utang AS cenderung bergerak menguat. Semua tenor Treasury terpantau turun dalam kisaran terbatas pada sesi perdagangan Asia. Yield UST-2Y bertahan di 4,27%, sedang tenor acuan 10Y ada di 4,40%.
Tekanan yang terlihat di pasar surat utang domestik hari ini, juga terjadi di pasar saham. IHSG yang tadi pagi dibuka menguat, menutup sesi pertama perdagangan siang ini dengan pelemahan tipis 0,06%.
Situasi itu akhirnya menekan rupiah yang semakin tertekan di kisaran Rp15.858/US$, menembus level support terdekat. Rupiah bahkan sempat menyentuh Rp15.868/US$ pada pukul 11.00 WIB.
Rupiah sejauh ini menjadi valuta di emerging market Asia dengan pelemahan terdalam, bersama dolar Taiwan yang turun 0,18%, peso 0,15%, juga yuan offshore 0,07%, dolar Singapura 0,04% juga reniminbi 0,02%.
Sebagian valuta Asia masih bergerak menguat seperti won Korsel 0,24%, baht 0,12%, ringgit 0,09% serta dolar Hong Kong 0,01%.
Rupiah masih rentan
Konsensus ekonom yang dihimpun oleh Bloomberg menghasilkan median 6%, yang berarti ekspektasi pasar adalah BI rate akan kembali ditahan untuk bulan kedua beruntun demi mendukung stabilitas nilai tukar rupiah.
"Menimbang kondisi terkini dari depresiasi rupiah dan belum adanya tekanan inflasi, kami berpandangan Bank Indonesia perlu menahan suku bunga acuannya di 6%, untuk memastikan bahwa penyesuaian suku bunga acuan di masa mendatang dilakukan pada waktu yang tepat demi menjaga stabilitas harga dan memberikan ruang penurunan suku bunga apabila diperlukan di masa mendatang," kata Teuku Riefky, Ekonom LPEM Universitas Indonesia dalam kajian yang dilansir kemarin.
Selama kuartal III-2024, rupiah sudah merosot 4,36%. Namun, nilai pelemahan itu masih lebih baik dibanding mata uang Asia lain seperti ringgit, yen ataupun baht yang tergerus hingga lebih dari 7% pada periode yang sama. Sementara bila menghitung selama semester II-2024, rupiah masih membukukan penguatan 3,44%.
Pada periode ketika indeks dolar AS melambung dan menekan mata uang lawannya, BI diduga telah melakukan intervensi besar-besaran untuk memperlambat tekanan pelemahan pada rupiah. Dalam konteks itu, menjadi hal logis bila keputusan BI Rate hari ini akan segaris.
"Secara historis, kebijakan suku bunga acuan BI berjalan seiring strategi intervensi yang dilakukan. Pemotongan bunga acuan bisa memperbarui tekanan depresiasi yang akan membuat tindakan [intervensi] BI di pasar valas pada minggu lalu menjadi tidak efektif," kata Satria Sambijantoro, Head of Research Bahana Sekuritas yang memprediksi BI rate masih akan ditahan lagi.
Namun, tak semua ekonom sependapat. Hampir seperempat dari 36 institusi yang mengeluarkan prediksi BI rate bulan ini, memperkirakan Gubernur BI Perry Warjiyo dan Anggota Dewan Gubernur akan memangkas bunga acuan sebesar 25 bps. Pemotongan suku bunga acuan terutama dibutuhkan untuk mendukung pemulihan ekonomi domestik yang terjebak kelesuan.
Sinyal The Fed
Tekanan yang dihadapi oleh rupiah juga datang dari berbalik menguatnya indeks dolar AS siang ini. Meski tipis hanya 0,02% di level 106,22, setelah tadi malam ditutup melemah dan pagi tadi juga dibuka lemah.
Penguatan dolar AS di kisaran terbatas, sepertinya terpengaruh oleh perkembangan seputar arah kebijakan bunga The Fed.
Pernyataan pejabat The Fed terbaru, Gubernur The Fed Kansas Jeff Schmid mengulang lagi ketidakpastian terkait seberapa jauh besar pemangkasan bunga acuan The Fed selanjutnya.
"Meskipun sekarang adalah waktu untuk mulai mengurangi pembatasan kebijakan moneter, masih harus dilihat seberapa jauh suku bunga akan turun atau di mana suku bunga akhirnya akan stabil," kata Schmid.
Meski pernyataan itu tidak memberi petunjuk lebih jelas, pasar sejauh ini masih mempertahankan ekspektasi penurunan bunga The Fed pada Desember dengan probabilitas sebesar 59%, naik dari sehari sebelumnya sebesar 41%.
(rui)