Bursa Efek indonesia mencatat, pada Rabu (26/4), ada satu pencatatan obligasi yaitu dari perusahaan multifinance, PT Bussan Auto Finance (BAFI). Perusahaan itu mencatatkan Obligasi Berkelanjutan II Bussan Auto Finance Tahap III Tahun 202 di Bursa Efek Indonesia senilai Rp1,24 triliun.
Hasil pemeringkatan obligasi tersebut dari PT Fitch Rating Indonesia (Fitch) dan PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) masing - masing adalah idAAA (Triple A) dan AAA(idn) (Triple A). Bertindak sebagai Wali Amanat dalam emisi ini adalah PT Bank Mandiri (Persero) Tbk.
Pencatatan terbaru itu melengkapi nilai emisi sepanjang 2023 menjadi total Rp34,48 triliun. Selain itu, dengan pencatatan tersebut maka total emisi obligasi dan sukuk yang tercatat di BEI berjumlah 524 emisi dengan nilai nominal outstanding sebesar Rp446,67 triliun dan USD47,5 juta, diterbitkan oleh 128 emiten.
Surat Berharga Negara (SBN) tercatat di BEI berjumlah 193 seri dengan nilai nominal Rp5.537,63 triliun dan USD486,11 juta. EBA sebanyak 8 emisi senilai Rp3,10 triliun.
Peluang penurunan bunga acuan
Badan Pusat Statistik mengumumkan tingkat inflasi April hari ini di mana konsensus ekonom memperkirakan inflasi April akan sebesar 0,37% dan membawa inflasi tahunan menjadi sebesar 4,39%, melandai dari inflasi Maret di 4,97%.
Analis melihat, dengan puncak inflasi yang terjadi pada kedatangan bulan perayaan Ramadan dan Lebaran pada April, bila inflasi April tercatat landai, itu akan membuka ruang lebih luas bagi bank sentral untuk menggunting bunga acuan.
Macro Strategist Samuel Sekuritas Lionel Prayadi memperkirakan, inflasi IHK berpeluang kembali ke rentang target 3±1% pada Juli 2023 bila tingkat inflasi Lebaran pada April tidak melebihi 0,8% secara bulanan.
Bila itu terjadi, analis memperkirakan BI punya peluang menggunting bunga sebesar 125 bps atau setiap bulan tergunting 25 bps hingga ke level 4,25% pada akhir 2023.
Sebaliknya, bila tingkat inflasi April melebihi batasan tersebut, maka inflasi baru akan kembali ke kisaran target bank sentral pada bulan September sesuai dengan prediksi BI sebelumnya.
Skenario peluang pengguntingan bunga itu dilandasi asumsi Federal Reserve, bank sentral Amerika, bakal menurunkan bunga pada September dengan total pemangkasan sebesar 50 bps atau 25 bps masing-masing dalam dua bulan.
Hanya saja, data terbaru perekonomian Amerika yang dirilis Jumat pekan lalu, memperlihatkan, inflasi di negeri paman sam masih sulit jinak ditandai dengan kenaikan konsumsi masyarakat serta pendapatan personal yang terus meningkat pada Maret.
Namun, BI berkepentingan juga untuk memastikan kredit perbankan tercapai sesuai target di kisaran 10%-12% tahun ini. Data terbaru yang dirilis bank sentral menunjukkan, pada Maret 2023, pertumbuhan kredit perbankan mengalami perlambatan di semua sektor dan semua jenis penggunaan.
Bunga acuan yang mulai berbalik arah melalui pengguntingan akan memberi dampak positif bagi pasar obligasi. Biaya penerbitan surat utang akan lebih murah dan pada akhirnya semakin banyak korporasi yang akan memanfaatkan momentum untuk menggalang dana dari pasar surat utang.
Bagaimanapun pasar obligasi Indonesia sejauh ini dinilai masih menarik di mata pemodal, termasuk pemodal global yang memiliki dana kakap. "Yang membuat pasar obligasi Indonesia menarik adalah default risk yang renda di mana saat ini cash flow dan profitability korporasi kita cukup kuat terutama yang banyak di pasar obligasi korporasi," jelas Lionel.
(rui/roy)