Logo Bloomberg Technoz

Nilai Emisi Obligasi Anjlok 28,3% Selama 2023, Ini Penyebabnya

Ruisa Khoiriyah
02 May 2023 13:20

Ilustrasi dolar AS dan rupiah. (Dimas Ardian/Bloomberg)
Ilustrasi dolar AS dan rupiah. (Dimas Ardian/Bloomberg)

Bloomberg Technoz, Jakarta - Penerbitan obligasi dan sukuk di Indonesia sepanjang 2023 terlihat lesu. Reli kenaikan bunga acuan yang dilakukan oleh Bank Indonesia (BI) sejak Agustus tahun lalu agaknya mempengaruhi gairah korporasi dalam menerbitkan surat utang untuk kebutuhan pendanaan.

Data terbaru yang dirilis oleh Bursa Efek Indonesia, sejak awal tahun hingga akhir April, total emisi obligasi dan sukuk di pasar mencapai Rp34,48 triliun. Nilai itu datang dari 31 emisi dari 27 emiten. Capaian itu menurun 28,3% bila dibandingkan periode yang sama pada 2022. Berdasarkan data BEI pada 28 April 2022, nilai emisi sukuk sampai tanggal itu dihitung dari awal 2022 mencapai Rp48,09 triliun, terdiri atas 42 emisi dari 33 emiten.

Lesunya penerbitan obligasi konvensional maupun syariah (sukuk) dari korporasi domestik kemungkinan terpengaruh oleh tren bunga acuan yang terus naik sejak Agustus 2022 dan terhenti pada Januari 2023 dengan nilai total kenaikan sebanyak 225 bps. 

Kenaikan bunga acuan tidak pernah disukai oleh pasar obligasi maupun saham. Bunga yang tinggi mengerek yield obligasi dan menjerumuskan harganya. Kinerja dan pendapatan emiten juga terancam bila pengetatan moneter berlanjut. 

Bunga acuan yang tinggi tentu mengerek yield obligasi dan pada akhirnya mempengaruhi ekspektasi kupon yang diminta oleh pasar. Bagi korporasi yang hendak merilis obligasi untuk keperluan pendanaan, kupon yang tinggi jelas adalah biaya dana yang tinggi.