Sektor informal masih mendominasi, mencapai 83,83 juta orang atau sekitar 57,95% dari total penduduk bekerja. Pekerja sektor informal termasuk mereka yang berusaha sendiri (self-employed), lalu yang berusaha dengan bantuan buruh tidak tetap/pekerja keluarga/pekerja tidak dibayar, kemudian pekerja bebas dan pekerja keluarga/tidak dibayar.
Pada saat yang sama, rasio Setengah Pengangguran atau Pengangguran Terpaksa juga makin besar mencapai 8%. Setengah Pengangguran merujuk pada mereka yang bekerja dengan jam kerja di bawah normal atau kurang dari 35 jam per minggu, dan saat ini masih mencari pekerjaan atau bersedia menerima pekerjaan lain.
Dengan persentase sebesar itu, berarti sebanyak 8 dari 100 orang bekerja di Indonesia saat ini merupakan Pengangguran Terpaksa. Bila menghitung nominalnya, angkanya mencapai 11,6 juta orang, meningkat sekitar 2,23 juta orang dalam setahun terakhir.
Situasi ketenagakerjaan yang kurang baik itu sulit dilepaskan dari kondisi pelemahan sektor-sektor industri padat karya dalam beberapa tahun terakhir.
Kajian yang dilansir oleh LPEM Universitas Indonesia beberapa waktu lalu mengungkapkan, struktur perekonomian RI saat ini telah berubah yakni dari sektor pertanian langsung beralih ke sektor jasa.
Sementara industri pengolahan alias manufaktur, yang menjadi sektor terbesar karena menyangkut 17 klasifikasi sektor dan menjadi sektor padat karya, justru memperlihatkan penurunan dalam lebih satu dekade terakhir mengindikasikan terjadinya deindustrialisasi prematur.
Perekonomian RI kini cenderung didominasi aktivitas jasa yang bernilai tambah rendah.
Produktivitas tenaga kerja di sektor pengolahan cenderung menurun terlihat dari porsinya terhadap PDB yang turun namun proporsi tenaga kerja malah meningkat. Sebaliknya, di sektor jasa terjadi peningkatan proporsi tenaga kerja yang mencerminkan penurunan produktivitas.
"Fenomena itu mengindikasikan dalam satu dekade terakhir sebagian besar penciptaan lapangan kerja terjadi pada sektor jasa bernilai tambah rendah. Sementara sektor jasa bernilai tambah tinggi belum mampu menyerap tenaga kerja secara signifikan," kata Kelompok Kajian Makroekonomi, Keuangan dan Ekonomi Politik di antaranya Jahen F. Rezki, Teuku Riefky dan rekan.
Distribusi tenaga kerja secara keseluruhan menunjukkan tren mengkhawatirkan. Pada 2023, hampir 70% tenaga kerja bekerja di sektor dengan produktivitas rendah seperti pertanian dan jasa bernilai tambah rendah.
Sektor dengan produktivitas rendah cenderung memberi upah lebih kecil. Selain itu, konsentrasi pekerja di sektor tersebut juga memunculkan isu terkait kualitas kerja karena sifatnya yang cenderung informal. Informalitas berkait erat dengan rendahnya jaminan stabilitas kerja, jaring pengaman sosial yang akhirnya membuat sebagian besar pekerja di negeri ini berada dalam posisi rentan.
Para peneliti menilai, meski pergeseran dari sektor pertanian merupakan bagian dari transformasi ekonomi menuju model negara lebih sejahtera, akan tetapi arah dan besaran perpindahan tenaga kerja memperlihatkan transformasi struktural di Indonesia belum secara optimal meningkatkan produktivitas.
"Selain itu, sinyal mengkhawatirkan lainnya juga muncul dari produktivitas relatif sektoral. Selama periode 2000-2023, perbedaan produktivitas tenaga kerja di semua sektor hampir seluruhnya turun dalam satu dekade terakhir Oleh karena itu, transformasi struktural di Indonesia perlu dirancang sedemikian rupa agar berfokus pada akselerasi peningkatan pertumbuhan," jelas Riefky.
Padat Modal Melaju
Sektor padat modal di Tanah Air semakin melaju mengalahkan sektor padat karya. Rata-rata pertumbuhan PDB di sektor padat modal naik tajam. Seperti sektor informasi dan komunikasi, tumbuh hingga 459% selama periode 2007-2022.
Total kenaikan kontribusi sektor padat modal mencapai Rp3.389 triliun pada 2022 dibanding tahun 2017. Sementara penambahan kontribusi sektor padat karya pada periode yang sama hanya sebesar Rp2.092 triliun.
Sektor padat karya padahal bisa menyerap pekerja formal lebih tinggi di mana pada 2007-2022 mempekerjakan hingga 21,6 juta orang, dibanding sektor padat modal yang cuma 13,7 juta orang.
Mengacu tren investasi, juga terlihat bahwa arus penanaman modal di RI makin banyak menyasar industri padat modal ketimbang padat karya.
Data Kementerian Investasi/BKPM, sepanjang tahun ini hingga akhir September lalu, total investasi yang terealisasi mencapai Rp1.261,43 triliun, naik 19,8% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.
Investasi itu telah menciptakan 1,87 juta lapangan kerja. Mengacu sektor, realisasi investasi terbesar menyasar ke industri logam dasar, barang logam, bukan mesin dan peralatannya, lalu sektor transportasi, gudang dan telekomunikasi.
Kemudian, ke sektor tambang, sektor perumahan, kawasan industri dan perkantoran, serta sektor jasa lainnya.
Lima sektor penerima investasi terbesar itu cenderung padat modal. Mengacu data BPS, sektor penyerap tenaga kerja terbesar di Indonesia sejauh ini adalah pertanian, kehutanan dan perikanan (28,2% dari total pekerja), lalu sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi dan perawatan mobil dan sepeda motor (18,9%) serta industri pengolahan (13,8%).
(rui/aji)