Pasalnya, kata Said, kenaikan PPN menjadi 12% akan berdampak langsung pada harga barang dan jasa yang semakin mahal, yang juga diprediksi akan menurunkan daya beli secara signifikan.
Kemudian, kenaikan PPN tersebut diprediksi hanya akan menaikkan upah hanya berkisar 1-3%, yang dinilainya masih tak akan cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat.
Apalagi, lanjut dia, kebijakan tersebut juga berpotensi menambah ketimpangan sosial. Dengan beban PPN yang meningkat, rakyat kecil harus mengalokasikan lebih banyak untuk pajak tanpa adanya peningkatan pendapatan yang memadai.
Merespons kebijakan yang dinilai merugikan ini, KSPI dan Partai Buruh menuntut 4 (empat) hal ini kepada pemerintah. Pertama, menaikkan upah minimum 2025 sebesar 8-10% agar daya beli masyarakat meningkat
Kedua, menetapkan upah minimum sektoral yang sesuai dengan kebutuhan tiap sektor. Ketiga, membatalkan rencana kenaikan PPN menjadi 12%.
Keempat, meningkatkan rasio pajak bukan dengan membebani rakyat kecil, tetapi dengan memperluas jumlah wajib pajak dan meningkatkan penagihan pajak pada korporasi besar dan individu kaya.
“Lesunya daya beli ini juga akan memperburuk kondisi pasar, mengancam keberlangsungan bisnis, dan meningkatkan potensi PHK di berbagai sektor,” ujar Said.
(ain)