Logo Bloomberg Technoz

Bloomberg Technoz, Jakarta – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengatakan pemerintah mendorong diversifikasi pasar ekspor batu bara ke negara-negara berkembang di kawasan Afrika, Asia Selatan, dan Asia Tenggara yang masih bergantung pada energi fosil. 

Pernyataan ini dilontarkan untuk menanggapi laporan dari Bank Dunia atau World Bank (WB), yang mengestimasikan penurunan konsumsi batu bara bakal terjadi pada 2025 dan makin parah pada 2026, menyusul proyeksi kemerosotan permintaan dari China, Eropa, dan Amerika Serikat (AS).

"Pemerintah mendorong diversifikasi pasar ekspor ke negara-negara berkembang seperti Asia Selatan, Afrika, dan Asia Tenggara, yang masih cukup bergantung pada batu bara," ujar Direktur Pembinaan Program Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Julian Ambassadur Shiddiq kepada Bloomberg Technoz, dikutip Selasa (19/11/2024).

Selain itu, kata Julian program penghiliran atau hilirisasi batu bara seperti gasifikasi batubara menjadi dimetil eter (DME) dan produk hilirisasi lainnya akan menjadi prioritas pemerintah untuk meningkatkan nilai tambah produk batu bara, mendukung stabilitas pasar domestik, dan mengurangi ketergantungan pada ekspor mentah.

Pengapalan batu bara di Sungai Mahakam, Samarinda, Kalimantan Timur./Bloomberg-Dimas Ardian

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), China sebelumnya merupakan negara tujuan ekspor batu bara terbesar Indonesia, sebelum posisinya digeser oleh India sejak 2022. Volume ekspor ke Negeri Panda mencapai 81,68 juta ton pada 2023, naik dari tahun sebelumnya sebanyak 69,68 juta ton, tetapi anjlok dari 2022 yang menembus 108,48 juta ton.

Sementara itu, ekspor ke India mencapai 70,77 juta ton pada 2021, sebelum melonjak drastis menjadi 110,15 juta ton pada 2022, dan melandai ke level 108,93 juta ton pada tahun lalu.

Secara kumulatif, volume ekspor batu bara Indonesia terus naik dari 345,45 juta ton pada 2021, menjadi 360,11 juta ton pada 2022, sebelum makin naik menjadi 379,70 juta ton pada 2023.

Rencana Produksi

Pada 2024, kata Julian, Kementerian ESDM merencanakan produksi batu bara nasional sebanyak 710 juta ton dan realisasi sampai akhir tahun ini diperkirakan mencapai 800 juta ton.

Untuk 2025, produksi batu bara Indonesia ditargetkan sejumlah 740 juta ton, dengan porsi 240 juta ton untuk domestik dan 500 juta ton untuk ekspor.

Sementara itu, pada 2026, produksi batu  bara diproyeksikan mengalami penurunan menjadi sebesar 728 juta ton, dengan porsi ekspor menurun menjadi 480 juta ton dan domestik meningkat menjadi 248 juta ton.

Dalam laporan Commodity Markets Outlook terbarunya, Bank Dunia melandasi proyeksi penurunan permintaan batu bara di China, Eropa, dan AS pada 2026 dengan faktor makin banyaknya pembangkit listrik dari energi terbarukan (EBT) dan gas alam untuk menggantikan pembangkit berbasis batu bara.

Bank Dunia menggarisbawahi peningkatan permintaan batu bara masih terjadi pada tahun ini, seiring dengan konsumsi yang cukup besar dari India serta China yang digadang-gadang mampu mengompensasi penurunan permintaan dari Eropa.

Namun, konsumsi batu bara global diperkirakan mulai menyusut pada 2025, di mana permintaan dari China menurun dan pertumbuhan permintaan India diproyeksikan melambat.

"Jika perkiraan ini terbukti akurat, konsumsi batu bara global akan mencapai puncaknya pada 2024, menandai tonggak penting dalam transisi energi global," tulis Bank Dunia dalam laporannya.

Mencuplik data Statista, negara yang menjadi konsumen batu bara terbesar di dunia adalah China, dengan kapasitas 91,94 exajoules pada 2023. Sementara itu, konsumen kedua terbesar adalah India sebesar 21,98 exajoules dan AS sebesar 8,2 exajoules.

(dov/wdh)

No more pages