Logo Bloomberg Technoz

Para pedagang dengan saksama mengamati keseimbangan harga minyak menjelang 2025. Apalagi, Badan Energi Internasional atau International Energy Agency (IEA) sudah memberi peringatan dini tentang adanya potensi surplus minyak dunia sebanyak lebih dari 1 juta barel per hari.

Suplai minyak global bahkan dapat membengkak lebih jauh dari perkiraan tersebut, jika OPEC dan sekutunya memulihkan produksinya tahun depan. Untuk saat ini, kurva minyak mentah berjangka AS lainnya masih bertahan pada struktur yang sedikit bullish.

Untuk diketahui, kondisi contango dapat memiliki efek berantai yang signifikan di seluruh pasar keuangan dan fisik. Aksi spekulan bisa bermunculan karena fenomena ini.

Bagi mereka yang memiliki akses ke penyimpanan, contango yang berkelanjutan dan dalam dapat memicu aksi penimbunan stok dalam tangki sebelum dilepas atau dijual ke pasar pada kemudian hari dengan harga yang lebih tinggi.

Bagi pelaku keuangan, struktur tersebut menciptakan apa yang disebut "hasil roll negatif" yang berarti investor kehilangan uang ketika mereka menggulirkan posisi ke depan.

Persediaan di titik pengiriman untuk minyak berjangka di Cushing, Oklahoma sebagian besar sejalan dengan norma musiman baru-baru ini tetapi produksi minyak mentah AS terus melonjak ke rekor baru di atas 13 juta barel per hari.

Hal ini terjadi karena konsumsi minyak di China — konsumen minyak mentah terbesar di dunia — mengalami kontraksi selama enam bulan berturut-turut hingga September, menurut IEA.

Tempat produksi LNG Chevron di Australia (Sumber: Bloomberg)

Brent Sulit Bangkit

Perkiraan IEA tersebut juga selaras dengan pengamatan Bank Dunia atau World Bank yang tertuang dalam Commodity Markets Outlook terbarunya.

Institusi tersebut bahkan meramalkan harga agregat minyak mentah Brent di level US$73/barel pada 2025 dan makin turun menjadi US$72/barel pada 2026, lebih rendah dari proyeksi sebelumnya yaitu rata-rata US$80/barel.

Adapun, harga minyak Brent untuk sisa tahun ini diestimasikan bertengger di level US$75/barel.

Bank Dunia melandasi proyeksi tersebut didasarkan pada tidak adanya eskalasi berkepanjangan dalam konflik bersenjata yang sedang berlangsung di berbagai kawasan, perlambatan pertumbuhan permintaan minyak, dan pasokan di pasar minyak yang tercukupi.

"Memang berdasarkan asumsi dasar ini, pasokan minyak global tahun depan diperkirakan melebihi permintaan rata-rata 1,2 juta barel per hari [bph], tingkat kelebihan pasokan yang hanya terlampaui selama penutupan atau lockdown terkait dengan Covid-19 pada 2020 dan jatuhnya harga minyak pada 1998," tulis tim peneliti Bank Dunia.

Adapun, konsumsi minyak global diperkirakan hanya akan meningkat sekitar 0,9 juta bph pada 2024 dan 2025. Perlambatan tersebut tampak nyata jika dibandingkan dengan peningkatan permintaan sebanyak 2 juta bph pada 2023, setelah China mencabut langkah-langkah kebijakan pembatasan terkait dengan pandemi.

Sekitar 45% dari pertumbuhan konsumsi minyak global pada 2024 dan 2025 diperkirakan terjadi di China dan India, meskipun peningkatan permintaan di Negeri Panda ditaksir hanya akan mencapai sekitar sepersepuluh dari peningkatan yang terlihat pada 2023.

Konsumsi minyak di China akan terus terhambat oleh maraknya penyebaran EV dan mobil hibrida, yang baru-baru ini mencapai 50% dari total penjualan kendaraan bulanan di negara tersebut, serta truk bertenaga gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG).

Sebaliknya, konsumsi minyak di negara-negara maju diproyeksikan mandek tahun ini dan tahun depan.

Pada 2026, pertumbuhan konsumsi minyak global diperkirakan sejalan dengan dua tahun sebelumnya, yaitu hanya sekitar 0,8 juta bhp; dengan peningkatan yang tetap terkonsentrasi di Asia Timur Pasifik, Asia Timur, dan Afrika Subsahara.

Berbanding terbalik dengan estimasi konsumsi minyak yang makin surut, pasokan global justru diperkirakan mencapai sekitar 103 juta bph pada 2024; naik dari 102,3 juta bph pada 2023. Suplai minyak dunia bahkan ditaksir menembus 105 juta bph pada 2025.

Sebagian besar pertumbuhan produksi diperkirakan terjadi di AS, dengan peningkatan sekitar 0,6 juta bph pada 2024 dan 2025.

Pasokan minyak dunia diproyeksikan terus meningkat hingga 0,5 juta bph per tahun di Brasil, Kanada, dan Guyana. Pada 2025, produksi juga diperkirakan akan meningkat di beberapa produsen kecil, seperti Kazakhstan, Norwegia, dan beberapa negara Afrika.

Pasokan dari anggota OPEC+ diasumsikan hanya akan meningkat sedikit pada 2025, berdasarkan asumsi bahwa sebagian besar dari pemotongan sukarela sebesar 2,2 juta bph akan diperpanjang lebih lanjut.

(wdh)

No more pages