Logo Bloomberg Technoz

PPN Naik Jadi 12%, Bank Dunia Justru Sarankan Lebih Baik Turun

Redaksi
19 November 2024 13:05

Aktivitas warga Jakarta. Dalam 5 tahun terakhir, jutaan orang kelas menengah turun kelas (Muhammad Fadli/Bloomberg)
Aktivitas warga Jakarta. Dalam 5 tahun terakhir, jutaan orang kelas menengah turun kelas (Muhammad Fadli/Bloomberg)

Bloomberg Technoz, Jakarta - Penolakan akan rencana kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% mulai tahun depan, semakin bergema di berbagai kalangan. Bukan hanya di media sosial yang ramai oleh warganet menyuarakan harapan agar kebijakan itu ditunda karena akan berdampak lebih parah pada kondisi ekonomi mereka, kalangan pengusaha juga menyuarakan hal serupa.

Kalangan pengusaha sektor ritel menilai kebijakan kenaikan itu perlu ditunda karena berpotensi akan semakin membebani daya beli masyarakat yang masih dalam proses pemulihan saat ini. Tarif PPN yang makin mahal, bisa mengerem belanja masyarakat dan pada akhirnya akan semakin menyeret kinerja penjualan ritel yang setahun terakhir sudah lesu.

Kenaikan PPN dari 10% menjadi 11% pada 2022 lalu, dan berlanjut pada tahun depan menjadi 12%, akan menempatkan tarif Value Added Tax (VAT) sebagai salah satu yang tertinggi di Asia. 

Mengacu pada data yang dilansir oleh PwC,  PricewaterhouseCoopers, di ASEAN saat ini Filipina menetapkan tarif PPN tertinggi sebesar 12% sejak 1 Agustus lalu. 

Sedangkan Vietnam, mengenakan PPN hanya 10%. Lalu Singapura 9% dan Thailand bahkan cuma 7%. Adapun Malaysia, mengenakan pajak penjualan 10% dan pajak jasa 8%. Sementara China, negara terbesar kedua di dunia, mengenakan PPN mulai 6%-13% tergantung jenis barang dan jasa.

Grafik Perbandingan Tarif PPN Indonesia vs Negara Lain (Bloomberg Technoz)