Hanya 8 dari 33 prediksi yang masuk, memperkirakan BI Rate akan dipangkas sebesar 25 bps menjadi 5,75%.
BI sebenarnya memiliki ruang memangkas bunga acuan itu kendati rupiah telah melemah 2,13% sejak RDG bulan lalu digelar.
Selain itu, Indonesia memiliki cukup cadangan devisa dengan posisi Oktober mencetak rekor terbesar sepanjang sejarah yang dicatat, mencapai US$ 151,2 miliar. Dengan cadangan devisa masih besar, BI memiliki amunisi yang memadai untuk memastikan nilai tukar rupiah stabil di tengah volatilitas jangka pendek.
“Ada ruang untuk menurunkan BI Rate selama rupiah tak sampai menyentuh Rp16.000/US$ lebih,” terang Chief Economist PT Bank Central Asia Tbk David Sumual, yang memprediksi BI rate akan dipangkas sebesar 25 bps pekan ini.
Analis Phintraco Sekuritas juga memaparkan, investor mengantisipasi hasil RDG BI pada Rabu. Sayangnya, BI diyakini menahan suku bunga acuan di 6%, meski The Fed memangkas suku bunga acuan sebesar 25 bps di awal November 2024.
“Keyakinan ini didasari oleh kecenderungan pelemahan nilai tukar rupiah bersamaan dengan tren capital outflow dalam sebulan. Pemicu utama dari kondisi ini adalah perubahan pandangan pasar terhadap arah kebijakan The Fed di 2025 yang diyakini less-aggressive,” mengutip riset Phintraco.
Sementara itu, Analis BRI Danareksa Sekuritas memaparkan, belum ada perubahan signifikan pada pergerakan IHSG setelah sebelumnya menembus support 7.228.
“Arah trend masih Bearish dan masih berpotensi melanjutkan penurunan ke area support berikutnya di 6.998–7.064,” papar BRI Danareksa Sekuritas dalam risetnya pada Selasa (19/11/2024). BRI Danareksa juga memberikan catatan, resisten sementara di 7.370.
(fad/wep)