“Atau bertahan pada kategori upper-middle income countries (kelompok negara berpendapatan menengah atas) tahun 2025 dan menjadi landasan awal dalam pencapaian Visi Indonesia Emas 2045,” tulis dokumen rancangan awal RKP 2025.
Selain itu, Heri menjelaskan bahwa konsumsi rumah tangga akan turun 0,26% dengan kenaikan PPN tersebut.
Sebagai gambaran, Heri menjelaskan alur kenaikan PPN 12% yang menyebabkan terkoreksinya pertumbuhan ekonomi dan konsumsi rumah tangga.
Pertama, kenaikan PPN akan berdampak pada kenaikan biaya produksi dan konsumsi. Dalam kaitan itu, produsen atau sektor industri bakal merasakan kenaikan harga saat membeli barang setengah jadi yang sudah diolah dari bahan baku karena peningkatan PPN menjadi 12%.
Tidak hanya industri, peningkatan PPN menjadi 12% juga akan dirasakan oleh masyarakat. Dengan demikian, kenaikan PPN menjadi 12% akan berdampak pada kenaikan biaya produksi dan konsumsi.
Akibat kenaikan biaya produksi dan konsumsi, daya beli akan melemah yang juga bakal berdampak pada melemahnya utilisasi dan penjualan.
"Maka utilisasi dan penjualan menjadi tidak optimal, yang seharusnya mendekati 100% penjualannya, ini dikurangi karena permintannya melambat. Jadi tidak jual 100% lagi, tetapi dia kurangi penjualannya menjadi lebih sedikit,"
Utilisasi dan penjualan yang melemah bakal berdampak pada penurunan penyerapan tenaga kerja. Hal ini terjadi karena industri tidak lagi membutuhkan tenaga kerja yang maksimal dengan penurunan utilisasi, sehingga bakal terjadi pengurangan jam kerja bahkan pengurangan tenaga kerja.
Dengan demikian, pendapatan masyarakat bakal menurun. Bila pendapatan menurun, maka konsumsi bakal menurun dan menghambat pemulihan ekonomi yang pada akhirnya bakal menghambat pencapaian target pertumbuhan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan kebijakan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) sudah dilakukan pembahasan bersama DPR utamanya Komisi XI.
Ia menegaskan, ketika kebijakan tersebut akan dilakukan maka perlu dipersiapkan sedemikian rupa agar dapat dijalankan.
“Jadi kami di sini sudah dibahas dengan bapak-ibu sekalian, sudah ada UU-nya, kita perlu siapkan agar itu bisa dijalankan, tapi dengan penjelasan yang baik,” ucap Sri Mulyani dalam rapat kerja itu.
Dalam kaitan kepastian kenaikan tarif PPN menjadi 12%, Sri Mulyani malah mengatakan banyak sekali aturan perpajakan yang merelaksasi tarif pajak bahkan hingga besaran 0%. Dirinya tidak menyatakan apakah kenaikan tarif PPN tetap diimplementasikan sesuai bunyi UU HPP atau akan dilakukan penundaan.
Namun, Bendahara Negara mengaku akan memberikan penjelasan lebih lanjut kepada masyarakat atas kebijakan yang disusun pemerintah termasuk dalam bidang perpajakan yakni PPN.
“Saya setuju bahwa kita perlu banyak memberikan penjelasan kepada masyarakat, artinya walaupun kita buat kebijakan tentang pajak termasuk PPN bukannya membabi buta atau tidak punya afirmasi atau perhatian pada sektor-sektor kesehatan, pendidikan, bahkan makanan pokok, waktu itu debatnya panjang di sini,” ucap dia.
(dov/lav)