Kini, penduduk Indonesia didominasi oleh kelas ekonomi 'Calon Kelas Menengah' dan 'Rentan Miskin' dengan populasi total mencapai 205,2 juta, atau setara 73,5% jumlah penduduk RI. Ini berkebalikan dengan lima tahun sebelumnya di mana jumlah penduduk masih didominasi oleh 'Kelas Menengah' dan 'Calon Kelas Menengah' dengan total mencapai 69,7% dari populasi.
Turun kelas jutaan orang Indonesia yang menyumbang konsumsi terbesar itu, tak mengherankan menyeret pula pertumbuhan ekonomi. Dalam hampir 10 tahun terakhir, selama 2014-2023, pertumbuhan ekonomi Indonesia (PDB riil) tercatat rata-rata sebesar 4,23% per tahun. Sedangkan bila menghitung median, pertumbuhan ekonomi selama periode tersebut hanya 5,02%. Capaian itu merosot dibanding satu dekade sebelumnya di mana rata-rata pertumbuhan ekonomi mencapai 5,8% per tahun dengan median 5,56%.
Presiden Prabowo Subianto yang berambisi membawa pertumbuhan ekonomi 8%, mewarisi perekonomian di mana kondisi daya beli masyarakat semakin melemah. Pada kuartal III-2024, data resmi terakhir yang dilansir oleh Badan Pusat Statistik, mencatat, konsumsi rumah tangga hanya tumbuh 4,91%, menyeret pertumbuhan ekonomi hanya 4,95%, terendah setahun terakhir. "Kalau dalam 100 hari pemerintahan Pak Prabowo ini tidak bisa membangkitkan daya beli, kita harus melupakan [target] pertumbuhan ekonomi 8%," kata Eko Listiyanto Ekonom INDEF.
Sampai saat ini, belum ada gelagat pemerintah menyiapkan paket stimulus untuk mengintervensi tekanan daya beli yang dialami oleh masyarakat. Alih-alih, sejumlah kebijakan yang potensial semakin menggerus kekuatan konsumsi, akan dimulai tahun depan.
"Kelas menengah berperan besar dalam proses demokratisasi, kebijakan ekonomi dan perbaikan aransemen dan kualitas kelembagaan. Dukungan kelas menengah terhadap reforma kebijakan ekonomi dan politik hanya dapat terwujud jika kebijakan sejalan dengan kepentingan mereka," kata Bustanul Arifin, Guru Besar Ekonomi Pertanian Universitas Lampung.
Pemerintah Indonesia, menurutnya, perlu berkaca dari negara-negara Amerika Latin. Di negara-negara kawasan itu, struktur kelas sangat timpang sehingga sering mengalami tekanan dan guncangan akibat 'kekosongan kelas menengah'. Indonesia perlu belajar banyak dari pengalaman revolusi di Amerika Latin. Perhatian pada kelas menengah amat berbeda dengan perhatian pada desil (ter)bawah," katanya.
Berikut ini sejumlah kebijakan yang berpotensi makin membebani mayoritas masyarakat Indonesia ke depan:
PPN 12%
Mulai 1 Januari 2025, tarif PPN akan naik jadi 12% dari sebesar 11% mulai 2022. Alhasil, dalam dua tahun saja atau sejak 2022, tarif PPN di Indonesia sudah naik 20%.
Tarif PPN 12% akan menempatkan Indonesia sebagai negara dengan tarif value added tax (VAT) tertinggi di kawasan ASEAN bersama Filipina. Hitungan Kementerian Keuangan, kenaikan tarif tersebut akan menambah penerimaan negara dari pajak sekitar Rp70 triliun.
Bagi masyarakat, kenaikan tarif itu akan menekan konsumsi mereka. Hitungan INDEF, konsumsi rumah tangga akan tergerus hingga 0,26%. Konsumsi merupakan motor pertumbuhan utama RI, sehingga pelemahannya akan menyeret Produk Domestik Bruto turun 0,17%.
BBM dan Listrik Bersubsidi
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Bahlil Lahadalia menyatakan, tengah menyiapkan formulasi agar subsidi energi lebih diarahkan pada sasaran yang tepat.
Salah satu yang ditimbang adalah peralihan subsidi energi menjadi Bantuan Langsung Tunai (BLT).
Dengan skema BLT selama ini hanya diperuntukkan bagi kelas miskin sebanyak 25 juta orang, ada kans kelas ekonomi tanggung akan membeli kebutuhan energi (BBM maupun listrik) di harga keekonomian.
Ekonom Universitas Padjajaran Yayan Satyakti menyebut penerima manfaat subsidi BBM sebenarnya bukan masyarakat miskin, karena tidak memiliki motor dan mobil. Sejatinya, masyarakat miskin ini tidak memperoleh manfaat langsung atau direct benefit, tetapi secara tidak langsung.
Jika terjadi penghapusan subsidi BBM, Yayan mengatakan, maka kelompok menengah yang akan terkena imbas lebih signifikan dibandingkan dengan golongan miskin.
Iuran Dana Pensiun Wajib Pekerja
Pemerintah akan mewajibkan para pekerja di Indonesia mengikuti program dana pensiun baru, di luar program Jaminan Hari Tua (JHT) BPJS Ketenagakerjaan yang saat ini sudah berlaku.
Aturan itu tercantum dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) pasal 189 ayat 4.
Pemerintah dapat melaksanakan Program Pensiun tambahan yang bersifat wajib yang diselenggarakan secara kompetitif bagi pekerja dengan penghasilan tertentu dalam rangka mengharmonisasikan seluruh Program Pensiun sebagai upaya peningkatan perlindungan hari tua dan memajukan kesejahteraan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), demikian bunyi Pasal 189 beleid tersebut.
Asuransi Wajib Kendaraan Bermotor
Aturan ini dimuat dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) yang diundangkan sejak Januari tahun lalu. Saat ini, asuransi third party liability (TPL) kendaraan bermotor sudah berlaku akan tetapi sifatnya masih sukarela.
Dalam UU itu, sesuai pasal 39A, pemerintah berwenang membentuk program asuransi wajib yang mencakup asuransi kendaraan berupa tanggung jawab hukum pihak ketiga (TPL) terkait kecelakaan lalu lintas, asuransi kebakaran, dan asuransi rumah tinggal terhadap risiko bencana.
Aturan itu kini dalam tahap menunggu Peraturan Pemerintah (PP) setelah mendapat persetujuan dari DPR-RI.
Subsidi KRL Berdasarkan NIK
Pemerintah berencana menerapkan penyesuaian subsidi tarif kereta rel listrik (KRL) berdasarkan Nomor Induk Kependudukan (NIK). Tujuannya adalah agar subsidi disalurkan lebih tepat sasaran.
Rencana itu disebutkan dalam dokumen Nota Keuangan Beserta Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025. alokasi pagu subsidi nonenergi untuk kewajiban pelayanan publik atau public service obligation (PSO), untuk PT Kereta Api Indonesia dijatah sebesar Rp4,79 triliun, termasuk untuk layanan KA ekonomi jarak jauh, jarak sedang, jarak dekat, KA ekonomi Lebaran, kereta rel diesel (KRD) ekonomi, KRL Jabodetabek, KRL Yogyakarta, dan LRT Jabodetabek.
Dokumen tersebut belum memperinci kriteria pemegang NIK yang berhak mendapatkan tarif tiket bersubsidi untuk layanan KRL Jabodetabek.
Iuran Wajib Perumahan (Tapera)
Pemerintah telah merilis PP No. 21/2024 yang memperbarui PP No. 25/2020 tentang Tapera, di mana salah satu poinnya adalah mengatur kewajiban iuran Tapera diberlakukan bagi seluruh pekerja, baik pegawai negeri maupun swasta, pegawai BUMN/BUMD/BUMDes, serta TNI/Polri.
BP Tapera masih menunggu regulasi teknis dari Kementerian Keuangan dan Kementerian Ketenagakerjaan mengenai keputusan kapan diberlakukannya iuran Tapera secara luas.
(rui/aji)