“Terhadap yang bersangkutan disangka melanggar pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 juncto pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 1999,” tutur Abdul.
Sebelumnya, Hendry telah dipanggil beberapa kali oleh Kejagung namun tidak kunjung memenuhi panggilannya. Ia menyatakan, berdasarkan informasi dari Otoritas Imigrasi Singapura, Hendry diketahui berada di Singapura sejak tanggal 25 Maret 2024.
Dengan begitu pihaknya melakukan penyekalan serta permohonan untuk pencabutan paspor ke Direktorat Jenderal Imigrasi. Serta diketahui bahwa paspor Hendry masa berlakunya habis pada 27 November 2024.
“Sehingga tidak memungkinkan untuk melakukan penarikan terhadap paspornya yang bersangkutan,” ucapnya.
Sebagaimana diketahui, Hendry menjadi salah satu tersangka yang tak langsung dikenakan rompi orange dan ditahan saat diumumkan menjadi tersangka.
Bahkan, korps Adhyaksa tersebut tak juga melakukan penjemputan dan penangkapan paksa terhadap Hendry Lie usai mangkir pada sejumlah jadwal panggilan pemeriksaan.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar mengatakan, hal ini didasarkan pada informasi yang diterima penyidik soal kondisi kesehatan tersangka tersebut.
Berdasarkan informasi kuasa hukum, Hendry tengah menjalani perawatan intensif di luar negeri karena mengidap kanker usus besar.
“Kita harapkan kalau kondisi yang bersangkutan sudah semakin baik. Tentu akan ada koordinasi antara penyidik dengan PH [Penasihat Hukum]” kata Harli kepada wartawan di Gedung Kejaksaan Agung, Jumat (9/8/2024).
Meski belum ditahan, dia memastikan penyidik punya bukti yang kuat tentang peran Hendry pada kasus yang merugikan negara hingga Rp300 triliun tersebut. Penyidik juga diklaim sudah melakukan pemeriksaan saksi, dokumen, data elektronik, keterangan ahli, dan sejumlah petunjuk soal peran pendiri Sriwijaya Air tersebut.
(azr/frg)