Mengacu hasil konsensus Bloomberg, sebanyak 23 ekonom/analis sampai dengan Senin pagi ini, menghasilkan median di level 6%. Artinya BI Rate diprediksi akan kembali ditahan oleh bank Indonesia pada pertemuan November.
Hanya 6 dari 21 ekonom yang memproyeksikan BI Rate mungkin akan dipangkas sebesar 25 bps dalam RDG pekan ini.
Selain itu, bila melihat tren suku bunga acuan global, The Fed sejauh ini sudah memangkas bunga acuan sebanyak 75 bps. Sementara BI Rate baru sebanyak 25 bps.
Menelusuri lebih lanjut, para trader saat ini mulai mengurangi ekspektasi pelonggaran The Fed dan menerima dampak dari kebijakan fiskal dan perdagangan yang diusulkan Presiden Terpilih Donald Trump.
Investor menilai prospek tarif dan pemotongan pajak Trump berpotensi memicu kembali inflasi dalam Ekonomi Amerika Serikat yang sudah kuat. Pandangan muncul bahwa The Fed mungkin menghentikan siklus pelanggarannya pada 2025, dengan peluang pemotongan suku bunga bulan depan yang sekarang terlihat lebih kecil.
“Pemangkasan suku bunga The Fed masih mungkin terjadi pada Desember, tetapi saat ini sudah hampir pasti,” tulis Shane Oliver, Kepala Ekonom di AMP Ltd dalam catatan di Sydney.
“Laju pelonggaran yang lebih lambat mungkin terjadi tahun depan, terutama mengingat kebijakan Trump mengenai tarif dan pemotongan pajak yang lebih banyak memberikan beberapa ancaman kenaikan terhadap inflasi dalam jangka waktu satu hingga tiga tahun.”
Sejumlah data terbaru termasuk Penjualan Ritel AS, dikombinasikan dengan angka inflasi, data tersebut kemungkinan akan membuat para pejabat The Fed berhati-hati dalam pendekatannya terhadap pemotongan suku bunga lebih lanjut.
Seperti yang diwartakan Bloomberg News, berbicara di sebuah Gubernur The Fed Jerome Powell mengatakan kinerja ekonomi AS baru-baru ini ‘Sangat baik’ sehingga para pembuat kebijakan bisa memangkas suku bunga dengan kecepatan yang hati-hati.
Tim Research Phillip Sekuritas memaparkan, investor mencerna komentar Jerome Powell yang memberi indikasi bahwa Bank Sentral tidak akan terburu-buru dalam memangkas suku bunga acuan mengingat kekuatan Ekonomi AS yang masih cukup solid.
“Data inflasi (CPI dan PPI) bulan Oktober AS yang dirilis minggu ini menunjukkan hanya sedikit kemajuan yang dicapai untuk menuju target inflasi 2%, sehingga menimbulkan pertanyaan mengenai seberapa besar Federal Reserve akan memangkas suku bunga pada tahun 2025,” mengutip riset harian Tim Research Phillip Sekuritas.
Analis Phintraco Sekuritas juga memaparkan, Wall Street melemah di Jumat merespon pidato terbaru Gubernur The Fed, Jerome Powell. The Fed tidak perlu terburu-buru untuk memangkas suku bunga acuan.
Pernyataan Powell tersebut didukung oleh petinggi The Fed lain, Susan Collins. Data ekonomi menunjukan pertumbuhan Penjualan Ritel sebesar 2,85% yoy di Oktober 2024, jauh lebih tinggi dari sebelumnya 1,98% yoy di September 2024.
“Terhentinya rally di Wall Street dapat membuka peluang technical rebound IHSG di awal pekan ini,” mengutip riset Phintraco.
Dalam risetnya, fokus pasar akan tertuju pada RDG BI pada 20 November 2024. BI diperkirakan menahan suku bunga acuan di 6%, meski The Fed memangkas suku bunga acuan sebesar 25 bps pada pekan lalu.
“Waspadai batas atas target bearish reversal IHSG di 7.150 (batas bawah di 7.050).”
Melihat hal tersebut, Phintraco memberikan rangkuman rekomendasi saham hari ini meliputi JPFA, TINS, ADRO, MAIN, MTEL, dan ISAT.
Sementara itu, Analis BRI Danareksa Sekuritas memaparkan, IHSG kembali melemah dan menembus support 7.228.
“Arah tren masih bearish dan masih berpotensi melanjutkan penurunan ke area support berikutnya di 6.998-7.060,” papar BRI Danareksa Sekuritas dalam risetnya.
BRI Danareksa juga memberikan catatan, resisten sementara di 7.370.
Bersamaan dengan risetnya, BRI Danareksa memberikan rekomendasi saham hari ini, ADRO, dan MAPA.
(fad/aji)