Meskipun restrukturisasi utang hampir US$10 miliar pada tahun 2022 yang mengakibatkan armadanya menyusut dari sekitar 210 pesawat, Garuda masih berjuang untuk menghasilkan laba di tengah meningkatnya persaingan bisnis penerbangan yang ketat.
Hingga akhir September 2024, GIAA sendiri masih membukukan kerugian bersih sebesar US$131,22 juta atau setara sekitar Rp2,06 triliun. Angka ini membengkak 81,29% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.
Namun, Garuda masih mencatat kenaikan pendapatan usaha konsolidasi sebesar 16,99% secara tahunan menjadi US$2,02 miliar sepanjang sembilan bulan pertama tahun ini.
Dari jumlah tersebut, sebesar US$291,1 juta berasal dari penerbangan berjadwal, yang mana pemasukan ini naik 6,16% secara tahunan. Kemudian, penerbangan tidak berjadwal naik 8,10% secara tahunan menjadi US$253,9 juta.
(ibn/wdh)